Mengenali Budaya Sendiri
Ada sebuah ungkapan ora ilok di masyarakat Banyumas yang
berbunyi ; Pring pugag aja nggo gawean.Terjemahannya ; Bambu pugag ( tanpa ujung ) jangan untuk
membuat sesuatu. Ungkapan ora ilok ini disampaikan kepada siapapun yang akan membuat sesuatu menggunakan pring
pugag.
Pring
pugag adalah bambu yang
tidak sempurna pertumbuhannya. Bagian ujung
atau pucuk tunas bambu tersebut patah ketika masa pertumbuhan. Akibatnya
pertumbuhan tidak sempurna harena pertumbuhannya berpusat pada bagian pangkal saja. Secara
fakta memang masih dapat tumbuh, bertambah tinggi dan bertambah besar.
Tetapi karena ujungnya tidak ada maka
terjadi pertumbuhan di bagian bawah.
Pring
pugag bentuknya memang cenderung lurus karena beban di ujung
tidak ada. Ukurannya pun cenderung besar dikarenakan sentral pertumbuhannya di bawah. Sepintas tampak
bagus. Tetapi karakteristik bambu itu
sangat berbeda dengan bambu yang tidak pugag.
Meski besar dan tampak lurus bagus
tetapi tidak memiliki kualitas seperti
bambu umumnya. Teksturnya sangat renyah, mudah pecah,serta memiliki
kandungan air yang relatif tinggi.
Mengingat sifat bambu itu yang tidak berkualitas maka pantaslah
jika orang Banyumas menyarankan untuk tidak memanfaatkannya sebagai bahan pembuatan perabot ataupun barang
apapun. Dan itu sangat bisa diterima secara akal oleh siapapun.
Hanya saja permasalahannya
menjadi berbeda ketika anjuran dan saran
itu menjadi sebuah ungkapan yang
tergolong ora ilok. Anjuran itu kini
menjadi berubah nilainya. Bukan sekadar
larangan berdasar atas rendahnya kualitas ,akan tetapi menjadi larangan yang
bernilai magis. Anjuran tersebut menjadi
lebih bersifat mengikat dan
diyakini masyarakat karena diancam oleh
sebuah akibat tertentu yang tidak dijelaskan secara kongkrit.
Sesungguhnya ada pesan
tersembunyi di balik ungkapan tersebut.
Pring pugag adalah simbol dari sebuah kegagalan hidup manusia. Pucuk bambu
yang idealnya tumbuh menjulang tinggi ke
atas melambangkan perjalanan kehidupan manusia di mana mereka memiliki tujuan
yang hendak dicapainya. Cita- cita manusia
dilambangkan seperti pertumbuhan bambu yang terus meninggi ke atas. Usaha manusia
untuk menggapainya itulah seperti
pucuk bambu.
Jika pucuk bambu itu patah
atau rusak maka pertumbuhanpun
terhambat. Cita –cita manusia yang patah di tengah proses perjalanan sama
artinya dengan kegagalan. Kegagalan dapat disebut juga balo. Balo dalam bahasa jawa
lebih bermakna negatif. Jika gagal maknanya bisa
diulang kembali, tetapi jika balo
maknanya lebih tinggi dari pada gagal
yakni bantat, susah untuk diulang
kembali atau bahkan tidak bisa diulang lagi.
Ujung bambu yang patah
ketika masa pertumbuhan tidak dapat
disamakan dengan kegagalan, tetapi lebih tepat dikatakan balo karena tidak akan dapat disambung kembali agar tumbuh
sempurna. Itulah yang dimaksud pugag.
Kehidupan manusia yang balo ( bukan gagal ) akan
menghasilkan manusia balo juga. Hal itulah yang disimbolkan
dengan pring pugag. Ke-balo-an hidup manusia bisa
bermacam-macam wujudnya. Ada yang balo
dalam menempuh pendidikan, balo dalam berkarier, balo dalam berumah tangga, dan sebagainya. Manusia- manusia balo umumnya dianggap kurang berkualitas.
Demi pertimbangan itulah orang Banyumas
melarang atau menghindari siapapun untuk
memanfatkan manusia –manusia balo.
Manusia- manusia balo tidak dapat
dijadikan atau diandalkan untuk sesuatu
yang penting sifatnya mengingat kualitas
hidup mereka yang kurang baik. Maka orang Banyumas menghindari manusia- manusia balo ( pring pugag ) itu
untuk dijadikan sesuatu ( nggo
gawean ). Maknanya manusia- manusia semacam
itu kurang tepat untuk menjadi pemimpin, tokoh, dan sebagainya.
Begitu waspadanya orang-
orang Banyumas dalam mengamati kehidupan
hingga mereka selalu menghindari
sesuatu hal yang diprediksi akan membawa ketidak baikan bagi dirinya
maupun orang lain.
Hanya apa yang mereka khawatirkan tidak pernah mereka ucapkan terang- terangan
karena sifat mereka yang senantiasa
rikuh pekewuh dan senantiasa menjaga perasaan orang lain. Karena itulah
mereka memilih bahasa simbol untuk mengatakan yang sesungguhnya agar tidak menyinggung
perasaan orang lain@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar