Senin, 31 Oktober 2016

MEMBEDAH KISI-KISI MENCURI STRATEGI




          Ujian Akhir Sekolah danUjian Nasional ( UASdan UN ) untuk Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan Sekolah Atas tinggal beberapa bulan lagi. Berbagai usaha dari pihak sekolah maupun orang tua .
          Ada yang menambah jam pelajaran,les,private, try out,dan sebagainya.
Semua itu bertujuan untukmenyiapkan anak-anak mereka agardapat lulus ujian dan  mendapatkan nilai yang bagus.
Salah satu usaha selain yang telah disebut di atas adalah kegiatan Bedah Kisi-Kisi yang biasanya dilakukan oleh pihak ketiga selain sekolah maupun orang tua,yaitu penerbit buku. Terlepas dari orientasi dan misi mereka untuk ikut memajukan pendidikan ataukah bisnis semata,kita tetap apresiasi karena mereka telah ikut sibuk meramaikan persiapan gebyar tahunan tersebut.
Bedah Kisi-Kisi adalah sebuah kegiatan untuk membaca, menelaah dan memprediksi soal  yang mungkinakan keluardalam UAS maupun UN berdasar rambu-rambu dan indikator penyusunan soal. Kegiatan tersebut sering muncul atas inisiatif dari suatu penerbittertentumeskipunberbuntutdenganpenjualannaskah try out. Meskipun Kisi- Kisi UAS maupun UN dapat diakses langsung melalui internet oleh sekolah maupun guru, tetapi tetap saja sekolah mempercayai Bedah Kisi-Kisi  yang dilakukan oleh suatupenerbit buku akan dapat bermanfaat untuk mebantu siswanya meraih prestasi.
Memang tidak bisa dipungkiri betapa pentingnya kegiatan itu bagi guru,utamanya bagi guru kelas atau guru mata pelajaran yang mengampu kelas akhir. Melalui kegiatan tersebut guru diajak mencermati,menelaah,menganalisa kisi-kisi, dan akhirnya memprediksi soal-soal yang mungkin akan keluar dalam UAS maupun UN kelak. Meskipun tidak semua point indikator  dibahas  dalam kegiatan  tersebut namun setidaknya paraguru telah mendapatkan strategi menganalisis   yang akhirnyadapatuntukbekalmemprediksitiapbutirindikator.
Kembali ke persoalan kisi-kisi,sebagaimana mengacu kepada difinisi dan fungsinya,kisi-kisi sangat membantu para guru dalam menentukan arah belajarsiswa-siswanya yang super efektif.Dikatanbelaja super efektifkarenakandengan berpedoman pada kisi-kisi guru dapat menentukan strategi yang tepat (maaf, bukan strategi pambalajaran ) untuk mendapatkan nilai yang bagus bagi siswanya.
Dengan mecermati kisi-kisi, guru dapat mengambil langkah jitu untuk “berstrategi”mengajari siswa berburu nilai sebagus-bagusnya. Belajarakan menjadi super efektif dan efisien karena mereka sudah memahami arah yang sangat tepat untuk dituju. Ini akan sangat berbeda jika kita tidak memahami kisi-kisi seperti beberapa tahun sebelumnya dimana kisi-kisi UAS, maupun UN bersifat sangat  rahasia . Kisi-kisi tidak  dapat diakses siapapun kecuali pihak-pihak yang  berkompeten saja.Akibatnya guru kurang efektif dalam mencari strategi mengajar. Prediksi sering meleset jauh karena memang yang diprediksi terlalu luas.Akhirnya  nilai yang diperoleh siswapun banyak yang mengecewakan.
Para guru boleh saja sedikit berlega hati dengan adanya kisi-kisi karena bak orang berjalan mereka telah dibekali tongkat, kompas,peta,dan petunjuk perjalanan yang cukup jelas.Singkatnya guru tidak lagi terlalu jauh bila terpaksa terpeleset.Guru sangat terbantu dengan adanya kisi-kisi itu,hanyasajapernahkah terbersit dalam benaknyaseandainyaadapendapat bahwa dengan adanya kisi-kisi sesungguhnya mereka telah sedikit bertindak pelit terhadap murid?
Pertanyaan itu mungkin menimbulkan pertanyaan –pertanyaan baru,sebab pertanyaan itu tampak bernada tuduhan yang menyudutkan. Boleh jadi dalam benak mereka muncul pertanyaan ;apa sih salahku? Apa sih maksud pertanyaan itu? Kenapa menuduh begitu, dan banyak lagi pertanyaan lain yang mungkin muncul. Yang jelas semua ingin dan berhak membela diri.
Alasan kenapa mereka dikatakan telah bertindak pelitmemangdapatditerimaakaldantidakperludiperdebatkan,melainkancukupdirenungkan. Alasansederhananyaadalahsebagaiberikut ; Andai saja mereka tidak mengetahui kisi-kisi, sesungguhnya banyak yang mestinya akan diberikan kepada anak-anak,tetapi karena mereka tahu kisi- kisi maka tak perlulah mereka berikan semuanya.
Ilustrasiberikutinimungkindapatmemperjelaspermasalahn di atas.Seorang guru akan memberikan berbagai informasi tentang X jika saja mereka tidak mengerti kisi-kisi. Karena begitu luasnya materi yang harus diprediksiakankeluardalamsoal UAS maupun UN, akibatnya ia akan  berusaha memberikan informasisemaksimal mungkin tentang X kepada siswa-siswanya,tetapi begitu ia tahu kisi-kisi berbunyi Y maka iapun ambil strategi yang tepat demi efektifitas dan efisiensi. Guru cukup mengajarkan Y saja kepada siswanya agar beban siswa pun lebih ringan.Akibatnya apa yang diperoleh siswa lebih sedikit karena banyak yang tidak diberikan. Itulah yang dimaksud tindakan pelit.
Lalu salahkah guru yang mengambil strategi seperti itu? Tidak ada yang yang menyalahkan. Strategi memang sah-sah saja dipakaiolehsiapapun untuk mencapai satu tujuan.Biarpunada orang yang menyebutnyadenganistilahmencuristrategitapibiarkanlah. Selama strategi tidak bertentangan dengan hukum atau aturan,maka guru tetap boleh menggunakannya. Jadi kesalahan bukan berada di pihak guru melainkan di pihak yang membuka peluang .  Jadi tak perlu mencari siapa yang salah dalam hal ini,melainkan perlu direnungkan kembali untung ruginya dengan kondisi semacam itu.
Tindakan mencuri strategi dalam menghadapi UASdan UN cukup beralasan. Disamping hal itu bukan dilarang juga karena adanya kesempatan. Intinya mencuri strategi bukan tindakan kejahatan yang bertentangan dengan aturan. Maka selama  masih dapat mengakses kisi-kisi maka sah-sah saja guru mencuri strategi.
Satu hal yang perlu direnungkan adalah tentang hak anak-anak untuk mendapatkan informasi semaksimal mungkin. Berapa banyak yang dapat diperoleh anak jika guru hanya memberikan informasi sebatas apa yang tertera dalam indikator kisi-kisi. Meskipun kisi-kisi tidak semua bersifat terlaluspesifik ,namun setidaknya gambaran bentuk soal yang diprediksi akankeluar hampir dapat ditebak dengan tepat. Akibatnya penyajian informasi guru pun sedikit banyak akan diefektifkan,diefisiensikan sebatas apa yang diperlukan saja. Informasi yang tidak berkaitan dengan bunyi indikator kisi-kisi pun boleh jadi tidak wajib diberikan.
Salah satu hal yang terasa jadi agak ironis adalah sifat kerahasiaan soal-soal UAS dan UN. Sampul UASmaupunUN yang bertuliskan ;Dokumen Negara , Sangat Rahasia pun jadi kurang bermakna. Betapa tidak,meski dokumen terpasang segel tetapi isinya seakan tampak jelas dari luar akibat munculnya kisi-kisi. Bagi mereka yang telah memahami kisi-kisi seakan dapat menerawang bagaimana bunyi soal yang terbungkus sampai dengan butir per butirnya.Sampul soal menjadi transparan dengan munculnya kisi-kisi yang telah dibedah jauh-jauh hari sebelumnya.
Kesakralan dan kewibawaan pelaksanaan UASmaupun UN tinggallahhal yang seremonial saja. Ketegangan sekolah dan guru sedikit berkurang. Kepercayaan diri semakin berkembang lantaran bekal yang diberikan guru semakin matang. Keyakinan guru akan keberhasilan siswa-siswanya makin meninggi.Hanya satu hal yang mungkin tetap  saja menghantui mereka yakni persoalan nasib. Faktor nasib inilah konon yang tidak dapat dipelajari dan tidak dapat dibedah seperti kisi-kisi.
Kasus yang sering terjadi diluar prediksi adalah gagalnya seorang siswa yang awalnya diprediksi bernilai bagus atas dasar pengamatan kemampuan mereka sehari-hari. Kasus lain adalah berhasilnya seorang siswa yang justru dikhawatirkan gagal sebelumya. Inilah yang disebut dengan nasib seperti yang dipersoalkan di atas. Hanya saja jika sudah sampai kepada kata nasib tentu itu urusannya dengan Tuhan. Jadi mereka hanya dapat berusaha mendekati Tuhan dengan kegiatan berdoa dan sejenisnya seperti yang telah dilakukan oleh banyak sekolah menjelang UASmaupun UN.
Terlepas dari persoalan baik buruknya Bedah Kisi-Kisi dan mencuri strategi, kiranya tetap  perlu adanya motivasi dengan bahasa yang bijak; mari kita berlomba menghadapi UAS dan UN dengan kesiapan dan strategi yang jitu. Sukses untuk siswa,sukses untuk para guru.

                    Riyadi,S.Pd.
    Pendidik di SDN I Kediri UPK Karanglewas


*Dimuat  Majalah Sang Guru

MENJALANI MASA “RESES” KURIKULUM 2013


Keputusan final  terkait perdebatan penggunaan kurikulum  sekolah berakhir dengan dikeluarkannya Permendiknas nomor 160 tahun 2014 yang di dalamnya mengatur penggunaan kembali kurikulum  2006 atau KTSP terhadap sejumlah 201.779 sekolah di Indonesia yang baru menggunakan kurikulum 2103 selama satu semester.Dengan begitu artinya sebagian besar sekolah di Indonesia harus kembali ke kurikulum lama 2006 dengan catatan  di kemudian hari mereka harus tetap mempersiapkan diri untuk menggunakan kurikulum 2013.
Dengan diberhentikannya kurikulum 2013 untuk sementara waktu maka implementasi kurikulum yang baru itu kini mengalamai ‘reses’,mengingat pemberhentian tersebut bersifat sementara  dan suatu saat akan diberlakukan kembali  setelah  para guru, fasilitas, buku, dan perangkat lainnya benar-benar siap.
Perjuangan Menteri Pendidikan Nasional dapat dibilang ‘berhasil’ mengingat  banyak para  penolak yang terus mendesak agar  kurikulum 2013 tetap dilaksanakan. Toh akhirnya pemerintah tetap tak tergoyahkan.
Keputusan pemberhentian itu didasari oleh  adanya beberapa fakta tentang ketidaksiapan pelaksanaan kurikulum 2013. Alasan ini memang benar dan diakui oleh banyak pihak. Implementasi kurikulum  2103 memang terkesan memaksa. Tidak perlu tahu apa motivasi sesungguhnya, yang jelas Menteri Pedidikan yang lama sebelum mengakhiri masa jabatannya segera memberlakukannya. Akibatnya banyak sekolah yang merasa keteteran menghadapi peraturan tersebut. Melihat kenyataan di lapangan serta masukan dari berbagai pihak  akhirnya dengan berani pemerintah baru mengambil keputusan untuk mengembalikan ke kurikulum 2006.
Keputusan tersebut tentu harus disambut positif mengingat selama mencoba pelaksanaan kurikulum baru tersebut banyak sekali kendala ditemui di lapangan. Keputusan  itu tentu juga memiliki tujuan yang lebih jauh lagi yakni agar implementasi kurikulum baru tersebut dapat  terlaksana dengan baik. Namun demikian harus diingat  bahwa ada hal yang  penting  selama pemerintah memberlakukan masa ‘reses’ tersebut.
Memanfaatkan masa ‘reses’ harus dilakukan pemerintah agar kebijakan tersebut tidak sia-sia. Karena keputusan penghentian implementasi kurikulum 2013 didasari oleh anggapan kekurangsiapan, maka dalam masa ‘reses’ ini pemerintah harus konsisten mengemas diri, mampersiapkan segala hal yang menjadi kekurangsiapannya tersebut. Jangan sampai masa ‘reses’ hanya didiamkan berlalu tanpa melakukan sesuatu apapun.
Berbagai catatan tentang kekurangsiapan pelaksanaan kurikulum  2013 yang mencuat selama ini harus kembali dibuka dan diperbaiki segera. Jika catatan yang ada selama ini  didominasi oleh ketidak siapan guru, buku, perangkat pembelajaran, masyarakat, dan pendukung lainnya, maka unsur-unsur itulah yang harus segera digarap dan dibereskan selama masa ‘reses’. Hingga nanti ketika tiba masanya pelaksanaannya, semuanya banar-benar sudah siap.
Untuk mempersiapkan para guru, Menteri Pendidikan konon sudah memiliki jurus tersendiri yang sudah dirancang sebagaimana pernah diungkapkan dalam wawancaranya di majalah Tempo. Menteri akan melaksanakan pelatihan guru dengan model yang berbeda dari pada yang biasa dilakukan. Harapan dari kegiatan tersebut agar mereka benar-benar siap segalanya untuk melaksanakan kurikulum tersebut dengan hasil yang maksimal. Karena guru diibaratkan sebagai ‘penembak’ yang harus tepat membidik sasaran dan berhasil mendapatkan apa yang diharapkan.
Diklat yang tepat terhadap para ‘penembak’ memang sangat urgen dilaksanakan. Karena mereka itulah yang akan bekerja keras untuk membidik  sasaran. Diklat tidak boleh dilakukan sembarangan bila ingin  menghasilkan para ‘penembak’ handal. Oleh karenanya kegiatan itu tidak boleh dilakukan sembarangan atau sekadar kegiatan seremonial bila ingin tujuannya benar-benar tercapai. Pemerintah harus benar-benar merancang bentuk diklat yang tepat, efektif dan efesien sebagaimana yang digagas Menteri. .Maka senyampang masih cukup waktu dalam masa ‘reses’ ini, pemerintah hendaknya secepatnya untuk melaksanakan hal itu baik secara bertahap maupun serentak kepada para guru tanpa harus menunggu esok atau lusa.
Sementara di satu sisi pemerintah menyiapkan dan melaksanakan diklat bagi para guru, di sisi lain pemerintah juga harus menyiapkan segala perangkat yang diperlukan terkait dengan kebutuhan kurikulum 2013 tersebut. Mulai dari penyiapan buku ajar siswa, buku guru, hingga perangkat pendukung lainnya pun harus dipersiapkan secara matang. Kesiapan guru tidak akan berarti manakala tidak didukung oleh perangkat lain yang diperlukan. Jangan sampai guru dibebani lagi dengan urusan penyiapan perangkat pendukung yang justru dapat menyebabkan tugas utama mereka dalam melaksanakan pembelajaran menjadi kurang fokus. Hal ini akan mengakibatkan kurang optimalnya hasil pembelajaran yang diserap oleh siswa.
Satu hal lain yang selama ini luput mendapat perhatian terkait dengan pelaksanaan kurikulum2013, adalah kesiapan masyarakat. Luputnya perhatian pemerintah barangkali disebabkan kurangnya kesadaran betapa pentingnya keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Masyarakat dipandang  belum memiliki peran penting dalam pendidikan selama ini sehingga setiap kebijakan terkait pendidikan seolah kurang memperhatikan efeknya di masyarakat.
Kebijakan pemberlakuan kurikulum 2013 pun memiliki permasalahan yang sama. Sosialisasi pemberlakuan kurikulum 2013 tidak dilakukan kecuali sekadar melalui pemberitaan media saja. Masyarakat hanya mengerti sekilas melalui media  sehingga pemahaman mereka terhadap kurikulum itu benar-benar tidak dimilikinya. Padahal jika dicermati, konten kurikulum 2013 justru banyak melibatkan orang tua murid. Orang tua murid yang merupakan bagian dari masyarakat di sana cukup berperan membantu siswa dalam hal pelaksanaan pembelajaran  setiap hari, terutama dalam membantu pelaksanaa tugas siswa sehari-hari. Tugas siswa dari sekolah banyak membutuhkan bimbingan orang tua. Oleh karena itu orang tua juga perlu cerdas memahami isi kurikulum 2013 tersebut agar mereka dapat ikut serta terlibat dalam pendidikan meski tidak secara langsung.
Kenyataan di lapangan banyak kejadian ketika orang tua diminta membantu putra-putri mereka, justru banyak mengeluhkan adanya model kurikulum baru tersebut. Bahkan tidak sedikit yang menuduh guru terlalu neka-neka dalam memberikan tugas kepada murid-muridnya. Kejadian semacam itu sebenarnya mengindikasikan bahwa masyarakat belum memahami kurikulum baru tersebut.
Kasus semacam itu tentu tidak akan terjadi jika masyarakat telah memahami sebelumnya. Maka tugas pemerintah melalui lembaga terkait semacam komite sekolah, maupun tokoh pendidikan, dan elemen masyarakat lainnya, seharusnya segera melakukan langkah tepat memberikan sosialisasi secara jelas tentang kurikulum 2013 yang akan diberlakukan di kemudian hari. Dan di masa ‘reses’ inilah waktu yang tepat untuk melakukan langkah tersebut agar mereka dapat berperan aktif membantu proses pendidikan baik secara langsung maupun tidak.
Akhirnya senyampang masih hangat, mari kita menjalani masa ‘reses’ pemberlakuan kurikulum 2013 ini untuk menyiapkan diri di segala aspek agar kelak pada saatnya kurikulum 2013 benar-benar resmi diberlakukan, semuanya sudah siap tanpa ada keluhan apapun dari berbagai pihak.
Tidak ada alasan lagi untuk berkeluh kesah jika pemerintah telah mengupayakan berbagai hal terkait pemberlakuan kurikulum 2013 di masa ‘reses’ seperti sekarang. Jangan sampai masa ‘reses’ berlalu begitu saja tanpa kegiatan perbaikan dan penyiapan secara menyeluruh yang dapat mengakibatkan kesalahan kembali terulang.@


MEMANFAATKAN FACE BOOK SEBAGI SARANA BELAJAR MENULIS*



Siapa yang tidak kenal face book di jaman sekarang? Face book di  jaman sekarang ini begitu pesatnya berkembang seperti jamur di musim penghujan. Hampir semua orang yang mengenal hand phone bisa dpastikan  memilki facebook. Mulai dari orang tua, remaja, sampai anak-anak kecil sebagian besar bahkan sudah menggunakan  facebook.
Sebagian orang dapat memanfaatkan facebook sebagai sarana yang menguntungkan mereka.Tetapi sebagian diantaranya justru hanya mengalami kerugian karena tidak mampu memanfaatkan sisi positifnya. Mereka yang sebenarnya dirugikan adalah  yang menggunakannya hanya untuk bercanda ria, bercuap-cuap. Bahkan ada yang terperosok ke dalamnya karena salah memanfaatkan. Misal untuk kejahatan, atau mereka menjadi korban kejahatan lewat media ini. Tidak sedikit orang tertipu lewat facebook,  bahkan ada yang terseret ke ranah hukum gara-gara memposting status yang kurang dapat diterima orang lain.
Yang diuntungkan dari facebook adalah orang yang jeli memanfaatkannya untuk bisnis, mencari relasi, mencari kawan,atau untuk kemanfaatan lainnya.
Sebenarnya ada satu keuntungan yang dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai salah satu pengguna facebook mengingat hampir bisa disebut  sebagian besar dari mereka adalah pengguna  facebook. Hal yang dapat dimanfaatkannya adalah menjadikan facebook sebagai sarana untuk belajar menulis. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya?
Berapa banyak informasi dan pengetahuan yang bisa didapat dari sejumlah postingan teman-teman kita? Segudang informasi baik yang positif maupun negatif dapat kita baca atau kita lihat. Berbagai status tertulis baik yang bermutu maupun yang sama sekali tak bermutu dapat kita baca setiap detik. Sayangnya  para pembuat status kurang bisa memanfaatkan media sosial ini untuk yang baik.
 Betapa tidak bermutunya ketika facebook hanya digunakan untuk menghujat orang lain, selfi,pamer diri, atau bahkan untuk sekadar pamer tubuh  atau mengungkapkan hal yang sangat sepele yang bersifat privaci. Itulah ketidaksadaran para pengguna facebook akhir-akhir ini. Dan sebagian diantaranya adalah para pendidik alias guru.
Kalau kita mau memanfaatkan sisi positif facebook sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, tentu kita akan melihat betapa pentingnya facebook sebagai media komunikasi sekaligus media belajar. Lihat saja ketika kita mulai membuka facebook! Banyak informasi yang kita peroleh saat itu pula baik yang terbaru maupun informasi usang. Semua tersedia.
Memanfaatkan facebook sebagai media untuk menulis.
Seorang teman facebook memposting tentang pengalaman dirinya saat menghadapi anaknya yang sakit keras. Ada lagi seorang teman yang memposting tentang resep masakan hasil percobaannya. Ada lagi seorang kawan yang membuat puisi, pantun, cerita lucu, atau bahkan kisah tentang dirinya maupun orang lain dengan begitu bagusnya. Itulah yang saya maksud memanfaatkan media sosial ini sebagai ajang menulis.
Jika ada orang menanyakan bisakah hal itu, jawabannya pasti bisa. Betapa tidak, bukti telah banyak ada. Tanpa diminta seorang teman facebook telah banyak bertutur lewat rangkaian kata, kalimat, maupun paragraf untuk diposting di facebook. Awalnya biasa saja. Lewat satu kata keluhan atau ungkapan yang tengah dirasakannya, semisal ; Kesal! Sedihnya aku..., malasnya...,atau  sekadar komentar wkwkwkwk, dan sabagainya. Namun lama- kelamaan dapat juga ia menuliskan dengan satu kalimat sederhana semisal; Huaduh, panasnya hari ini. Atau, Hayo sapa mau ikutan? Atau , Rehat dulu, yuk! dan sebagainya.
Yang lebih diharapkan adalah ketika mereka mulai berkeluh kesah melalui beberapa kalimat atau beberapa paragraf. Dengan begitu mereka akan mencoba mengungkapkan perasaanya dalam bentuk bahasa tulis karena facebook memang hanya bisa untuk mentranslate bahasa lisan menjadi bahas tulis. Maka tepat jika facebook harus digunakan untuk belajar menulis.
Banyak orang yang awalnya tak berani menulis tetapi akhirnya banyak memposting tulisannya karena media facebook ini. Jadi di sinilah sisi positifnya. Mereka tak pernah berpikir tulisannya bagus atau tidak. Yang pasti mereka sudah merasa  percaya diri menulis status atau komentar di facebook. Barangkali keberanian mereka disebabkan oleh tidak adanya aturan dari siapapun tentang apa yang akan mereka tuliskan.
 Kecuali itu saat menulispun mereka merasa tak ada yang mengintai atau menilainya karena saat menulis ia lakukan di kamar, di kendaraan, atau di mana saja yang barangkali orang tidak tahu. Padahal ketika statusnya telah diposting orang lain akan dapat membaca kemudian menilai kualitas bahasa, tuturanya, ejaannya, dan sebagainya.
Seorang teman lain sering mengunggah foto-foto atau gambar yang dimilikinya. Hal itu boleh-boleh saja sepanjang tidak mengunggah gambar atau foto yang sembrono. Hanya saja mereka sebagaian ada yang hanya sekadar posting  saja tanpa memanfaatkan untuk belajar menulis. Tapi lihatlah untuk mereka yang positif dan kreatif. Ia akan memberi komentar atau menulis status tentang gambar atau foto tersebut.
Gambar-gambar tentang peristiwa tertentu akan membawa motivasi untuk menuliskan cerita, berita, atau peristiwa apa yang terkait tentang gambar tersebut. Mereka akan menuliskan beberapa kalimat atau paragraf sehingga menjadi berita atau cerita yang dapat dibaca dan dimengerti oleh para pengguna facebook lainnya bukan?  Dengan begitu kita sebenarnya sudah belajar menulis. Bahkan sudah belajar menjadi seorang reporter atau wartawan.
Berawal dari sebuah kata kemudian ia ingin menuliskan lebih banyak kalimat atau paragaraf untuk diposting dalam statusnya. Dan ia akan melanjutkan dan bertambah semangat untuk menanggapi komentar dari teman-teman lainnya. Ia terus menunggu komentar lainnya yang selanjutnya akan ia balas sebanyak-banyaknya. Tanpa diperintah sebenarnya dirinya sudah banyak belajar menulis pada saat itu. Dan motivasi itu sebenarnya harus dimanfaatkan untuk belajar terus.
Apakah menulis di facebook berkaitan dengan kegiatan menulis bagi guru?
Jangan membayangkan dulu seorang guru tiba-tiba menjadi orang yang pinter menuilis karya ilmiah semacam artikel, PTK, diktat, maupun buku pelajaran. Jangankan menulis hal-hal yang begitu serius, untuk menuliskan hal yang kecil dan sepele saja mereka kurang berani. Mereka tidak akan dapat menulis karya ilmiah tanpa belajar menulis yang sederhana dulu. Karena pada dasarnya keterampilan menulis bukan didapatkan karena bakat, keturunan atau keajaiban, melainkan karena proses dan motivasi yang kuat. Mereka akan mahir menulis karena proses yang terus-menerus bukan bisa karena mendadak.
Facebook sebagai media sosial sangat memungkinkan dimanfaatkan para guru dan pendidik yang ingin memulai belajar menulis. Melalui facebook seorang penulis pemula bisa bebas menuliskan hal-hal kecil dan sepele. Tetapi jangan sepelekan tulisan kecil itu, karena dengan menulis di facebook sebenarnya dirinya sedang belajar menulis hal besar. Membiasakan menulis hal kecil dan sepele merupakan awal mereka untuk menuliskan hal besar di suatu hari. Dengan demikian facebook bukanlah satu kegiatan yang tak berguna, melainkan sangat berguna sejauh kita memiliki kesadaran untuk memanfaatkannya sebagai sarana untuk belajar menulis.
Bagaimana cara memanfaatkan FB untuk menulis?
Memulai menulis di FB dengan hal sepele.
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa untuk memulai belajar menulis berawal dari hal-hal yang sangat sepele. Dengan menuliskan se-kata dua kata artinya Anda sudah belajar menulis. Mengungkapkan kekesalan, perasaan, emosi jiwa, bisa jadi awal menulis. Kata-kata semacam; huaduh, cape dech, malas aku, sebal, dan lainnya yang biasa diposting pengguna FB menjadi awal sebuah keberanian.
 Dalam hal ini memang bukan masalah panjangnya status, kualitas status, maupun isinya yang menjadi titik beratnya. Namun lebih berfungsi untuk memotivasi keberanian Anda untuk memulai menulis. Secara tak langsung FB menjadi pengganti layar komputer atau kertas untuk sarana Anda menulis. Dan ketikan jari Anda adalah modal besar untuk berkarya. Jika kegiatan itu terus berlanjut dan dilakukan secara rutin, tentu semakin lama semakin berani Anda menuliskan lebih banyak lagi status dan kemudian mompostingnya.
Setelah memposting status pendek Anda yang berisi ungkapan atau perasaan yang ada di jiwa Anda dalam bentuk satu dua kata, selanjutnya cobalah Anda untuk menuliskan perasaan Anda lebih banyak lagi. Buatlah barang beberapa kalimat atau bahkan beberapa paragraf! Jangan takut salah menulis! Anggaplah tulisan kita hanya sekadar tulisan untuk sendiri. Jika telah terposting, tidak usahlah terlalu dipikirkan. Anggap saja  apa yang Anda posting hanyalah gurauan yang tak perlu dipikirkan kualitasnya. Hal itu penting agar Anda tidak akan mengalami perasaan minder atau malu.
Langkah berikutnya adalah menulis tentang keadaan atau peristiwa di sekitar Anda yang Anda jumpai. Tulislah sebagai laporan atau berita sekadarnya agar dapat diketahui oleh teman FB Anda.  Tidak usah dulu berpikir bagaimana tekhnik menulisnya tapi yang penting adalah ada dulu tulisannya. Biarkan urusan ejaan dan tata tulis lainnya menyusul.
Upload gambar atau foto hasil jepretan Anda di FB sering kali  sangat mempengaruhi motivasi Anda sendiri untuk menulis status. Maka gunakan gambar Anda sebagai pelengkap cerita dan berita yang Anda posting itu. Dengan begitu secara tak langsung Anda sudah belajar menjadi seorang wartawan atau reporter yang notabene memiliki tugas utama menulis berita.
 Dengan menulis berita dan meng-upload foto Anda, maka status Anda akan lebih menarik perhatian para pengguna FB. Dan bukan tak mungkin Anda akan lebih mendapat perhatian dengan bukti banyaknya yang like Anda atau bahkan memberi komentar. Dengan begitu Anda akan lebih besar lagi berpeluang untuk menuliskan kembali tanggapan terhadap komentar orang lain.
Jika hal itu dilakukan secara rutin maka langkah terakhir Anda tinggal memperbaiki dan merefleksi diri terhadap setiap tulisan yang hendak Anda posting. Setidaknya ketika Anda hendak menulis status maka akan berpikir tentang kualitas, tujuan, serta makna isinya. Tidak hanya sekadar menuliskan sesuatu yang menjadikan dirinya menjadi bodoh.
Akhirnya marilah kita berpikir nilai positifnya saja dari adanya media sosial FB ini. Gunakan media tersebut sebagai sarana untuk belajar menulis agar kita bisa menjadi orang yang bisa menulis dan gagasan kita dapat terbaca orang lain@


*Dimuat Majalah Sang Guru

MEMANFAATKAN FACE BOOK SEBAGI SARANA BELAJAR MENULIS

MEMANFAATKAN  FACE BOOK SEBAGI SARANA BELAJAR MENULIS

Siapa yang tidak kenal face book di jaman sekarang? Face book di  jaman sekarang ini begitu pesatnya berkembang seperti jamur di musim penghujan. Hampir semua orang yang mengenal hand phone bisa dpastikan  memilki facebook. Mulai dari orang tua, remaja, sampai anak-anak kecil sebagian besar bahkan sudah menggunakan  facebook.
Sebagian orang dapat memanfaatkan facebook sebagai sarana yang menguntungkan mereka.Tetapi sebagian diantaranya justru hanya mengalami kerugian karena tidak mampu memanfaatkan sisi positifnya. Mereka yang sebenarnya dirugikan adalah  yang menggunakannya hanya untuk bercanda ria, bercuap-cuap. Bahkan ada yang terperosok ke dalamnya karena salah memanfaatkan. Misal untuk kejahatan, atau mereka menjadi korban kejahatan lewat media ini. Tidak sedikit orang tertipu lewat facebook,  bahkan ada yang terseret ke ranah hukum gara-gara memposting status yang kurang dapat diterima orang lain.
Yang diuntungkan dari facebook adalah orang yang jeli memanfaatkannya untuk bisnis, mencari relasi, mencari kawan,atau untuk kemanfaatan lainnya.
Sebenarnya ada satu keuntungan yang dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai salah satu pengguna facebook mengingat hampir bisa disebut  sebagian besar dari mereka adalah pengguna  facebook. Hal yang dapat dimanfaatkannya adalah menjadikan facebook sebagai sarana untuk belajar menulis. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya?
Berapa banyak informasi dan pengetahuan yang bisa didapat dari sejumlah postingan teman-teman kita? Segudang informasi baik yang positif maupun negatif dapat kita baca atau kita lihat. Berbagai status tertulis baik yang bermutu maupun yang sama sekali tak bermutu dapat kita baca setiap detik. Sayangnya  para pembuat status kurang bisa memanfaatkan media sosial ini untuk yang baik.
 Betapa tidak bermutunya ketika facebook hanya digunakan untuk menghujat orang lain, selfi,pamer diri, atau bahkan untuk sekadar pamer tubuh  atau mengungkapkan hal yang sangat sepele yang bersifat privaci. Itulah ketidaksadaran para pengguna facebook akhir-akhir ini. Dan sebagian diantaranya adalah para pendidik alias guru.
Kalau kita mau memanfaatkan sisi positif facebook sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, tentu kita akan melihat betapa pentingnya facebook sebagai media komunikasi sekaligus media belajar. Lihat saja ketika kita mulai membuka facebook! Banyak informasi yang kita peroleh saat itu pula baik yang terbaru maupun informasi usang. Semua tersedia.
Memanfaatkan facebook sebagai media untuk menulis.
Seorang teman facebook memposting tentang pengalaman dirinya saat menghadapi anaknya yang sakit keras. Ada lagi seorang teman yang memposting tentang resep masakan hasil percobaannya. Ada lagi seorang kawan yang membuat puisi, pantun, cerita lucu, atau bahkan kisah tentang dirinya maupun orang lain dengan begitu bagusnya. Itulah yang saya maksud memanfaatkan media sosial ini sebagai ajang menulis.
Jika ada orang menanyakan bisakah hal itu, jawabannya pasti bisa. Betapa tidak, bukti telah banyak ada. Tanpa diminta seorang teman facebook telah banyak bertutur lewat rangkaian kata, kalimat, maupun paragraf untuk diposting di facebook. Awalnya biasa saja. Lewat satu kata keluhan atau ungkapan yang tengah dirasakannya, semisal ; Kesal! Sedihnya aku..., malasnya...,atau  sekadar komentar wkwkwkwk, dan sabagainya. Namun lama- kelamaan dapat juga ia menuliskan dengan satu kalimat sederhana semisal; Huaduh, panasnya hari ini. Atau, Hayo sapa mau ikutan? Atau , Rehat dulu, yuk! dan sebagainya.
Yang lebih diharapkan adalah ketika mereka mulai berkeluh kesah melalui beberapa kalimat atau beberapa paragraf. Dengan begitu mereka akan mencoba mengungkapkan perasaanya dalam bentuk bahasa tulis karena facebook memang hanya bisa untuk mentranslate bahasa lisan menjadi bahas tulis. Maka tepat jika facebook harus digunakan untuk belajar menulis.
Banyak orang yang awalnya tak berani menulis tetapi akhirnya banyak memposting tulisannya karena media facebook ini. Jadi di sinilah sisi positifnya. Mereka tak pernah berpikir tulisannya bagus atau tidak. Yang pasti mereka sudah merasa  percaya diri menulis status atau komentar di facebook. Barangkali keberanian mereka disebabkan oleh tidak adanya aturan dari siapapun tentang apa yang akan mereka tuliskan.
 Kecuali itu saat menulispun mereka merasa tak ada yang mengintai atau menilainya karena saat menulis ia lakukan di kamar, di kendaraan, atau di mana saja yang barangkali orang tidak tahu. Padahal ketika statusnya telah diposting orang lain akan dapat membaca kemudian menilai kualitas bahasa, tuturanya, ejaannya, dan sebagainya.
Seorang teman lain sering mengunggah foto-foto atau gambar yang dimilikinya. Hal itu boleh-boleh saja sepanjang tidak mengunggah gambar atau foto yang sembrono. Hanya saja mereka sebagaian ada yang hanya sekadar posting  saja tanpa memanfaatkan untuk belajar menulis. Tapi lihatlah untuk mereka yang positif dan kreatif. Ia akan memberi komentar atau menulis status tentang gambar atau foto tersebut.
Gambar-gambar tentang peristiwa tertentu akan membawa motivasi untuk menuliskan cerita, berita, atau peristiwa apa yang terkait tentang gambar tersebut. Mereka akan menuliskan beberapa kalimat atau paragraf sehingga menjadi berita atau cerita yang dapat dibaca dan dimengerti oleh para pengguna facebook lainnya bukan?  Dengan begitu kita sebenarnya sudah belajar menulis. Bahkan sudah belajar menjadi seorang reporter atau wartawan.
Berawal dari sebuah kata kemudian ia ingin menuliskan lebih banyak kalimat atau paragaraf untuk diposting dalam statusnya. Dan ia akan melanjutkan dan bertambah semangat untuk menanggapi komentar dari teman-teman lainnya. Ia terus menunggu komentar lainnya yang selanjutnya akan ia balas sebanyak-banyaknya. Tanpa diperintah sebenarnya dirinya sudah banyak belajar menulis pada saat itu. Dan motivasi itu sebenarnya harus dimanfaatkan untuk belajar terus.
Apakah menulis di facebook berkaitan dengan kegiatan menulis bagi guru?
Jangan membayangkan dulu seorang guru tiba-tiba menjadi orang yang pinter menuilis karya ilmiah semacam artikel, PTK, diktat, maupun buku pelajaran. Jangankan menulis hal-hal yang begitu serius, untuk menuliskan hal yang kecil dan sepele saja mereka kurang berani. Mereka tidak akan dapat menulis karya ilmiah tanpa belajar menulis yang sederhana dulu. Karena pada dasarnya keterampilan menulis bukan didapatkan karena bakat, keturunan atau keajaiban, melainkan karena proses dan motivasi yang kuat. Mereka akan mahir menulis karena proses yang terus-menerus bukan bisa karena mendadak.
Facebook sebagai media sosial sangat memungkinkan dimanfaatkan para guru dan pendidik yang ingin memulai belajar menulis. Melalui facebook seorang penulis pemula bisa bebas menuliskan hal-hal kecil dan sepele. Tetapi jangan sepelekan tulisan kecil itu, karena dengan menulis di facebook sebenarnya dirinya sedang belajar menulis hal besar. Membiasakan menulis hal kecil dan sepele merupakan awal mereka untuk menuliskan hal besar di suatu hari. Dengan demikian facebook bukanlah satu kegiatan yang tak berguna, melainkan sangat berguna sejauh kita memiliki kesadaran untuk memanfaatkannya sebagai sarana untuk belajar menulis.
Bagaimana cara memanfaatkan FB untuk menulis?
Memulai menulis di FB dengan hal sepele.
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa untuk memulai belajar menulis berawal dari hal-hal yang sangat sepele. Dengan menuliskan se-kata dua kata artinya Anda sudah belajar menulis. Mengungkapkan kekesalan, perasaan, emosi jiwa, bisa jadi awal menulis. Kata-kata semacam; huaduh, cape dech, malas aku, sebal, dan lainnya yang biasa diposting pengguna FB menjadi awal sebuah keberanian.
 Dalam hal ini memang bukan masalah panjangnya status, kualitas status, maupun isinya yang menjadi titik beratnya. Namun lebih berfungsi untuk memotivasi keberanian Anda untuk memulai menulis. Secara tak langsung FB menjadi pengganti layar komputer atau kertas untuk sarana Anda menulis. Dan ketikan jari Anda adalah modal besar untuk berkarya. Jika kegiatan itu terus berlanjut dan dilakukan secara rutin, tentu semakin lama semakin berani Anda menuliskan lebih banyak lagi status dan kemudian mompostingnya.
Setelah memposting status pendek Anda yang berisi ungkapan atau perasaan yang ada di jiwa Anda dalam bentuk satu dua kata, selanjutnya cobalah Anda untuk menuliskan perasaan Anda lebih banyak lagi. Buatlah barang beberapa kalimat atau bahkan beberapa paragraf! Jangan takut salah menulis! Anggaplah tulisan kita hanya sekadar tulisan untuk sendiri. Jika telah terposting, tidak usahlah terlalu dipikirkan. Anggap saja  apa yang Anda posting hanyalah gurauan yang tak perlu dipikirkan kualitasnya. Hal itu penting agar Anda tidak akan mengalami perasaan minder atau malu.
Langkah berikutnya adalah menulis tentang keadaan atau peristiwa di sekitar Anda yang Anda jumpai. Tulislah sebagai laporan atau berita sekadarnya agar dapat diketahui oleh teman FB Anda.  Tidak usah dulu berpikir bagaimana tekhnik menulisnya tapi yang penting adalah ada dulu tulisannya. Biarkan urusan ejaan dan tata tulis lainnya menyusul.
Upload gambar atau foto hasil jepretan Anda di FB sering kali  sangat mempengaruhi motivasi Anda sendiri untuk menulis status. Maka gunakan gambar Anda sebagai pelengkap cerita dan berita yang Anda posting itu. Dengan begitu secara tak langsung Anda sudah belajar menjadi seorang wartawan atau reporter yang notabene memiliki tugas utama menulis berita.
 Dengan menulis berita dan meng-upload foto Anda, maka status Anda akan lebih menarik perhatian para pengguna FB. Dan bukan tak mungkin Anda akan lebih mendapat perhatian dengan bukti banyaknya yang like Anda atau bahkan memberi komentar. Dengan begitu Anda akan lebih besar lagi berpeluang untuk menuliskan kembali tanggapan terhadap komentar orang lain.
Jika hal itu dilakukan secara rutin maka langkah terakhir Anda tinggal memperbaiki dan merefleksi diri terhadap setiap tulisan yang hendak Anda posting. Setidaknya ketika Anda hendak menulis status maka akan berpikir tentang kualitas, tujuan, serta makna isinya. Tidak hanya sekadar menuliskan sesuatu yang menjadikan dirinya menjadi bodoh.
Akhirnya marilah kita berpikir nilai positifnya saja dari adanya media sosial FB ini. Gunakan media tersebut sebagai sarana untuk belajar menulis agar kita bisa menjadi orang yang bisa menulis dan gagasan kita dapat terbaca orang lain@


*Dimuat  Majalah Sang Guru

KURIKULUM KITA “KEMBALI KE LAPTOP

Oleh : Riyadi
Keputusan pemerintah melalui Menteri Pendidikan Anies Baswedan untuk  menarik kembali implementasi kurikulum 2013 yang praktis baru diberlakukan bagi seluruh sekolah selama belum genap satu semester menjadi masalah yang menarik untuk dibahas. Peraturan menteri  baru yang begitu cepatnya itu membawa konsekuensi bagi dirinya selaku pemerintah. Pro kontra terjadi  terhadap peraturan tersebut dengan argumentasi masing-masing. Bahkan ada yang menyebutnya kurikulum kita “kembali ke laptop.”
Konsekuensi pertama bagi dirinya selaku pemerintah dianggap gegabah karena kurang perenungan lebih dalam ketika hendak mengeluarkan peraturan tersebut. Pemerintah dianggap kurang berhati-hati dan terlalu cepat dalam mengambil langkah.
Konsekuensi ke dua pemerintah dianggap melakukan langkah mundur dalam dunia pendidikan. Meskipun yang menuduh hal itu justru dari mantan menteri yang sejak dulu sudah banyak dirundung masalah terkait dengan pelaksanan UASBN, pemaksaan  implementasi kurikulum 2013, serta masalah lainnya, namun demikian sorotan dari seniornya itu juga perlu direnungkan.
Konskuensi ke tiga pemerintah dituduh telah menghambur-hamburkan dana untuk penyusunan kurikulum 2013. Meskipun tuduhan itu agak sedikit meleset mengingat kebijakan penyususnan kurikulum baru itu berlangsung selama peerintahan sebelumnya dan  pemerintah baru itu hanya terwarisi saja, namun demikian penghentian itulah yang dianggap memubazirkan keuangan negara.
Konsekuensi berikutnya pemerintah sekarang diminta untuk tegas menyatakan berhenti atau terus  melanjutkan penggunaan kurikulum 2013 tersebut. Hal itu muncul dari kalangan pelaku pendidikan langsung terutama dari pihak sekolah maupun para pendidik mengingat proses transformasi pendidikan di sekolah tidak boleh berhenti barang sesaat pun oleh kebingungan mereka.
Tuntutan ketegasan itu memang menjadi penting mengingat sikap menteri yang terkesan mengendur ketika mendapat tekanan dari sana-sini sesaat pasca pengeluaran keputusan tetang penghentian kurikulum baru tersebut. Lihat saja ketika sang menteri di awal tegas-tegas menghentikan penggunaan kurikulum 2013 melalui surat keputusannya, namun begitu menuai protes dari berbagai pihak yang merasa dirugikan kemudian sedikit melunak dengan memberi embel-embel bahwa penghentian kurikulum 2013 diberlakukan bagi sekolah-sekolah yang baru melaksanakan selama satu semester.  Sedangkan bagi sekolah –sekolah yang sudah memberlakukan selama tiga semester  diperbolehkan tetap menggunakan kurikulum tersebut. Itupun masih diberi kalimat yang tidak tegas lagi di mana sekolah yang kurang bersedia boleh mengajukan keberatan.
Sikap plintat-plintut inilah yang mengesankan bahwa pemerintah sekarang sebenarnya kurang punya nyali. Sabda pandhita ratu menurut tatanan masyarakat Jawa dinggap sebagai hal yang mestinya dipegang teguh oleh siapa pun yang menjadi pemimpin, ternyata  kurang dipegang oleh pemerintah sekarang. Maka kepercayaan rakyat pun menjadi luntur ketika pimpinan mancla-mencle  dalam sikap dan peraturan yang berupa undang-undang.
Fenomena kurikulum “kembali ke laptop” yang merupakan eufemisme masyarakat untuk menyindir pemerintah menjadi pembicaraan tersendiri  di tengah kebimbangan pemerintah.
Tema terkait dengan penghentian kurikulum 2013 yang berkembang di  masyarakat saat berdesas-desus  diantaranya adanya tuduhan bahwa pemerintah hanya ingin menunjukkan taring, berani mengubah kebiasaan lama bahwa tidak setiap pemerintahan baru akan memberlakukan kurikulum baru. Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan  ingin membuktikan bahwa dirinya tidak akan  melakukan hal yang  sama seperti yang selama ini dituduhkan kepada setiap menteri  bahwa setiap ganti menteri akan ganti kurikulum.
 Jika tuduhan itu benar maka  sikap menteri menjadi hebat selama kebijakan itu bagus. Sayangnya regulasi itu terlalu cepat, terkesan terlalu emosi untuk menunjukkan jati dirinya sehingga apa yang sudah menjadi keputusan seakan disesali sendiri. “Kembali ke laptop” menjadi idiom  yang mengembang.
Tuduhan berikutnya, pemeritahan baru dianggap bernyali kecil ketika  diprotes oleh pemerintahan sebelumnya bahwa dirinya malakukan langkah mundur. Ini terbukti dengan sikap tetap memberlakukannnya kurikulum 2013 bagi sekolah yang telah melaksanakannya selama tiga semester sebagai sekolah percontohan. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah  memberikan kesan mbombongi kepada pihak penggebrak.
 Kebijakan mbombongi ini justru berefek membingungkan bagi pelaksana di bawah. Ada sekolah yang memberlakukan kurikulum 2013, semantara ada pula yang memberlakukan kurikulum 2006.  Maju kena mundur pun kena, demikian ibaratnya.  Maka benar apa yang ditulis Mardiyanto dalam artikelnya di Suara Merdeka  tanggal  (13/12) yang menyebut bahwa terjadi “Dualisme” Kurikulum Nasional di negeri ini.
Jika sikap mbombongi oleh pemerintah ini benar, maka prediksi ke depan tentang kurikulum mana yang akan diberlakukan, kemungkinan kurikulum 2013 akan tetap diberlakukan mengingat sejumlah sekolah telah diberi lampu hijau untuk tetap malaksanakannya, bahkan sebagai percontohan. Jika demikian pemerintah hanya berkesan ‘menyelinap’ saja  demi menyelamatkan diri akan kesalahannya dalam mengambil keputusan.
Jika ternyata nanti pemerintah  tetap akan memutuskan “kembali ke laptop”, menggunakan kurikulum 2006 atau mungkin  menyusun kurikulum yang lebih baru lagi ini berarti  tradisi lama akan “kembali ke laptop” juga. Tuduhan ganti menteri ganti kurikulum pun akan  berlaku sebagaimana  biasanya.  Dan selama masa  pengembalian ke kurikulum 2006 benar-benar terbukti hanya sebagai masa untuk meredam api atau untuk sekadar mbombongi saja.
Memang menjadi dilema bagi pemerintah sekarang. Menghentikan kurikulum 2013 yang selama ini dianggap memberatkan para guru, sepertinya pemerintahan baru tengah menjadi pahlawan bagi mereka yang keberatan. Tetapi dianggap keliru oleh mereka yang berseteru. Tuduhan pemerintahan baru terlalu gegabah dan terburu-buru dialamatkannya. Sedangkan membiarkan pemberlakuan kurikulum 2013, pemerintah dianggap keliru juga. Banyaknya sekolah yang belum siap melaksanakannya  menjadikan proses pendidikan tersendat-sendat yang akan berimbas pada anak-anak Indonesia bahkan bisa menjadi korban regulasi dan menjadi kelinci percobaan saja.
Di tengah terombang-ambingnya suasana, mestinya semua pihak harus berpikir jernih. Saling menyalahkan hendaknya itu yang harus dinentikan. Duduk bersama  yang melibatkan unsur-unsur terkait mesti segera dilakukan dan  membekali diri  dengan kepala yang dingin. Tidak perlu ada yang menyudutkan ketika mencari solusi dan tidak perlu ada yang  merasa tersudutkan pula. Jika apa yang menjadi kebijakannya memang dirasa memiliki kelemahan maka siaplah disempurnakan tanpa ada perasaan gengsi. Dan yang memiliki kelebihan, secara bertanggung jawab harus memberi solusi tanpa arogansi.
Kurikulum 2013 yang belum dapat dilaksanakan  oleh sebagian besar sekolah bukan bermakna tidak tepat atau tidak baik. Hanya perlu waktu untuk mengenalkannya, menyiapkan SDM nya, serta perangkat pendukung lainnya. Hal ini sangat dirasakan oleh sekolah-sekolah yang saat itu baru mengenalnya secara dadakan tanpa bekal persiapan apapun.
Bagi sekolah-sekolah yang sudah menjalankannya selama tiga semester, permasalahannya tentu saja tak serumit itu. Mereka menganggap bahwa kurikulum 2013 sangat bagus dan harus tetap diberlakukan. Hingga mereka bersikap tetap melanjutkan kurikulum 2013 tersebut. Hanya saja sikap demikian pun perlu dikaji. Benarkah sikap mendukung kurikulum 2013 itu murni karena memang sudah mengkaji dengan lengkap tentang kelebihannya.
Yang disayangkan adalah jika sikap mereka hanyalah membela kepentingan sendiri mengingat betapa repotnya jika mereka harus kembali ke kurikulum lama. Kerepotan tersebut terkait dengan kelengkapan administrasi dan kebijakan lain yang sudah dijalankan dan berbeda dengan administrasi kurikulum 2013. Tentu mereka harus merombak kembali sistem administrasi yang selama ini dikerjakannya. Barangkali pemikiran seperti itulah yang lebih menjadi pertimbangan untuk tetap mendukung pemberlakukan kurikulum 2013.
Namun demikian bagi sekolah yang mendukung diberhentikannya implementasi kurikulum 2103 itu pun tidak bisa kemudian duduk manis. Mereka tetap harus berkemas  melaksanakan kurikulum baru itu mengingat penghentian ini hanyalah bersifat sementara seperti halnya moratorium pada pemberangkatan haji atau pengadaan PNS. Apalagi sang menteri sudah mengatakan bahwa penghentian itu didasari oleh belum siapnya sekolah dan guru dalam mengimplementasikan kurikulum itu. Maknanya pemerintah akan tetap memberlakukan kurikulum 2013 pada saatnya.
Akhirnya apapaun yang akan diberlakukan dalam regulasi pemerintah, sekolah harus tetap mempersiapkan diri. Baik kurikulum 2103 maupun 2006 yang akan ditatapkan yang penting guru harus  siap melakukan terobosan sendiri dalam mengajar. Mereka harus inovatif dan kreatif dalam melaksanakan pembelajaran. Itu yang penting. Apalah artinya kurikulum baru jika mereka memilki mindset yang biasa saja tanpa mau perubahan. Apalah artinya perubahan kurikulum jika para guru tetap tidak mau berkreasi dan berinovasi dalam pembelajaran. Maka anak-anaklah yang akan mengenyam imbas dari semua itu.@


ANDA MALU BERBAHASA BANYUMASAN?*

            
    Oleh ; Riyadi
Tanggal 25 hingga 27 Oktober ini baru dilangsungkan Kongres I Basa Penginyongan yang dilaksanakan di Kabupaten Banyumas. Kegiatan ini tentu berkaitan dengan peringatan bulan bahasa. Adapun tujuannya tentu untuk menggairahkan semangat mengembangkan bahasa, khususnya dialek Banyumas yang mulai luntur  di kalangan generasi muda. Hal ini terlihat dari kenyataan  di masyarakat, sebagian anak muda utamanya yang tinggal di perkotaan sudah jarang yang mau menggunakan dialek Banyumasan dalam kesehariannya. Hal itu sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup dialek Banyumas.
Kekhawatiran Bupati Banyumas yang pernah diungkapkan pada saat diselenggarakan seminar bertajuk Bahasa Penginyongan  beberapa bulan lalu tentu tidak hanya dirasakan  dirinya saja, melainkan dirasakan pula oleh berbagai pihak utamanya mereka yang peduli dengan budaya Banyumas. Oleh karena itu pemerintah daerah melalui lembaga yang berkompeten  terus mengupayakan berbagai cara untuk menghidupkan dialek Banyumas.
Saat ini penggunaan dialek Banyumas memang masih kalah bersaing dari bahasa gaul. Terutama di kalangan   remaja yang lebih merasa  bergengsi menggunakan bahasa gaul. Hal ini disebabkan karena lingkungan keluarga yang tidak terbiasa  menggunakan bahasa ibu dalam pergaulan sehari-hari.
Dialek Banyumas  merupakan cerminan karakter masyarakat Banyumas yang  dikenal cablaka, kesatria, dan semedulur. Cablaka memiliki makna apa adanya antara apa yang diucapkan dengan apa yang ada di hati. Sifat kesatria memiliki makna pemberani,dan semedulur karena dialek ini tidak memiliki tingkatan sebagaimana Bahasa Jawa pada umumnya.
Karena alasan itulah maka berbagai pihak melakukan upaya untuk mengembangkannya. Hanya pertanyaannya, sejauh manakah keseriusan mereka dalam hal ini? Yang dikhawatirkan, pernyataan mereka hanya bersifat spontanitas dan latah belaka. Sejauh ini pernyataan  semacam itu selalu muncul di acara seminar ataupun sarasehan budaya dan baru sebatas wacana. Sedangkan follow up nya belum  tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa upaya yang pernah dilakukan oleh pemerintah daerah. Di antaranya anjuran penggunaan dialek Banyumas di kalangan pemerintahan dan lembaga yang ada di  Kabupaten Banyumas setiap hari Kamis. Namun kebijakan itu tampaknya jauh api dari panggang. Kebijakan itupun tampaknya bersifat emosional belaka sehingga dalam perjalanannya dirasakan mentah. Tidak jelas bagaimana nasib kebijakan itu hingga saat ini.
Selain itu, melalui dinas pendidikan, pemerintah daerah pun telah melakukan kebijakan untuk memasukkan budaya lokal Banyumas menjadi muatan dalam kurikulum. Dan berlakulah kurikulum yang memuat berbagai budaya yang ada di Banyumas dan kemudian disebut sebagai kurikulum muatan lokal Budaya Banyumasan.
Berbagai aspek kebudayaan Banyumas dijadikan konten kurikulum tersebut. Mulai dari bermacam-macam adab dan tata krama masyarakat Banyumas dalam berbagai situasi dan tempat, cerita rakyat yang memuat sejarah dan babad di Banyumas, tempat-tempat wisata di Banyumas, hingga segala macam jenis makanan khas Banyumas, semua dijadikan materi kurikulum. Sayangnya, aspek kebahasaan yang mestinya dapat memuat dialek Banyumas sama sekali tidak tersentuh dalam konten kurikulum tersebut.
Unsur bahasa ( dialek Banyumas) yang konon harus dikembangkan justru tidak dipelajari sama sekali. Bahkan  ironisnya dalam penyampaiannya,  kurikulum tersebut pun menggunakan bahasa Indonesia (bukan menggunakan dialek Banyumas).
Ini patut disayangkan mengingat mata pelajaran Mulok Budaya Banyumasan yang semestinya memiliki otoritas  dan dapat berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan berbagai aspek kebudayaan, termasuk di dalamnya unsur kebahasaan, justru tidak tersentuhnya. Maka tak perlu menyalahkan siapa pun ketika dialek ini terindikasi mendekati kelunturan jika pemerintah daerah tidak menyadari akan kelemahannya sendiri.
Selama ini upaya menyelamatkan dialek Banyumas yang dilakukan oleh pemerintah daerahpun tampaknya masih sekadar wacana. Meski sudah sangat sering para budayawan Banyumas semacam Ahmad Tohari, Bambang Wadoro (Bador), dan lainnya menyuarakan permasalahan itu, namun tetap saja setali tiga uang. Belum ada wujud nyata yang dapat dirasakan signifikan menumbuhkan dialek Banyumas. Demikian pula cara lain semacam lomba lawak Banyumasan, stand up komedi, maupun lomba pidato dialek Banyumasan, pun hanya bersifat seremonial saja.
Di sisi lain kecenderungan  anak-anak muda enggan menggunakan dialek Banyumas mestinya dikaji kembali. Bukan kesalahan pihak keluarga semata yang tidak mengajarkan dialek Banyumas.Namun lingkungan juga turut menentukan. Ada indikasi yang menyebabkan mereka malu menggunakan dialek Banyumas. Meski pihak-pihak tertentu selalu mengklaim dan megelu-elukan kelebihan dialek Banyumas, demi memanamkan kebanggaan terhadap dialek sendiri, namun  tidak dapat dipungkiri bahwa mereka tetap tidak  bangga terhadap dialeknya sendiri.
Sementara orang menganggap dialek ini bersifat cablaka (apa adanya), namun kenyataannnya justru mereka tidak suka dengan keterbukaan itu. Mereka memilih bungkam ketika berada di luar Banyumas atau lebih memilih bahasa gaul untuk berkomunikasi. Bahkan kalau mau jujur mereka minder ketika harus berbicara dengan orang di luar banyumas. Maka perlu kiranya dikaji kembali tekhnik penanaman kebanggaan melalui metode semacam itu.
Sejauh ini, dialek Banyumas  baru digunakan  orang hanya untuk sekadar lelucon di dunia hiburan. Orang akan tertawa ketika mendengar dialek Banyumas diucapkan oleh artis atau pelawak. Ini malah mengesankan bahwa dialek ini bersifat aneh dan bernilai rendah. Apalagi selama ini dalam tayangan televisi maupun film, dialek Banyumas  cenderung digunakan oleh tokoh pembantu atau tokoh rendahan yang makin menurunkan gengsi terutama bagi kaum muda di Banyumas.
Oleh karena itu perlu kiranya pemerintah maupun pihak yang berkopenten yang peduli tehadap dialek Banyumas  meninjau kembali kebijakan yang sudah ada dan mencari terobosan lain  untuk mengembangkan dan mempertahankan kekayaan lokal di Banyumas ini.


*Dimuat di Harian Satelit Post (31 Oktober 2016)

Jumat, 28 Oktober 2016

TREND SEKOLAH MASUK TELEVISI KIAN MARAK
Oleh : Riyadi
Mengamati fenomena  maraknya sekolah-sekolah masuk ke stasiun  televisi akhir-akhir ini sungguh  mengundang keinginan saya untuk membahasnya lebih lanjut. Lihat saja tayangan-tayangan acara  di televisi swasta khususnya. Ada acara Facebooker, Bukan Empat Mata, Kick Andi, Hitam Putih, dll. Semua sengaja mendatangkan penonton untuk dilibatkan  secara aktif demi meramaikan dan menghidupkan acara tersebut. Dan sejauh pengamatan saya para penonton itu hampir setiap waktu melibatkan, pelajar, mahasiswa, ataupun karyawan perusahaan yang umumnya  datang dari tempat jauh di luar ibu kota  demi mengikuti acara tersebut. Dan lebih menarik lagi akhir-akhir ini tampak lebih banyak melibatkan para pelajar tingkat SMU dan SMP dari berbagai kota .
Maraknya fenomena itu dapat mengindikasikan bahwa terjadi trend ingin masuk program televisi bagi mereka yang semakin kuat dibanding jaman dahulu. Sayangnya masuknya mereka ke program acara televisi bukanlah karena prestasi melainkan cuma sekadar menjadi penonton saja. Maka  perlu dipertanyakan keinginan untuk mengunjungi studio televisi itu merupakan keinginan para siswa, sekolah atau pihak televisi sendiri.
 Terlepas dari siapa yang menginginkan itu, yang pasti ada hubungan simbiosis mutualisme bagi kedua belah pihak yakni sekolah dan stasiun televisi itu sendiri. Pihak televisi mendapatkan keuntungan  dimana program acara yang dihadiri oleh para pelajar tersebut menjadi hidup. Interaksi penonton dan pelaku acara menjadi dekat dan hidup sehingga pementasan tidak kaku. Dan untuk itu pihak televisi tidak perlu melibatkan banyak kru dan pemain pendukung yang perlu dibiayai. Sedangkan keuntungan sekolah adalah mereka bangga bisa menonton langsung bahkan terlibat dalam acara tersebut tanpa harus membayar tiket. Kecuali itu mereka menjadi dikenal karena mendapatkan iklan gratis saat ditanya dari mana mereka berasal yang segera akan dijawab asal sekolah atau lembaga mereka dengan penuh semangat.
Satu lagi pertanyaan, apa tujuan sebenarnya sekolah mengunjungi stasiun televisi? Banyak alasan yang dikemukakan oleh pihak sekolah. Acara kunjungan semacam itu biasanya merupakan paket kegiatan sekolah yang bertajuk studi tour. Studi tour yang sebenarnya memiliki arti berwisata untuk belajar, pada kenyataannya jauh menyimpang dari makna semula. Pergeseran makna tersebut sebenarnya sudah diketahui  umum bahwa studi tour lebih memiliki makna plesiran belaka.
Jaman dahulu, untuk memasuki studio televisi merupakan hal yang sangat mustahil. Siswa/ sekolah yang dapat memasuki sebuah program televisi hanyalah mereka yang benar-benar memiliki prestasi atau keistimewaan tertentu.  Acara cerdas tangkasatau cepat tepat di TVRI hanya diikuti oleh siswa-siswi atau sekolah yang benar-benar berprestasi saja. Itupun melalui perjuangan keras. Anak-anak atau sekolah yang tidak berprestasi tak mungkin memiliki kesempatan seperti itu. Namun sejalan dengan perkembangan pertelevisian nasional, stasiun televisi baik nasional maupun lokal kian marak bertebaran sehingga banyak acara yang mungkin bisa ditonton secara live.
Kini siapapun bisa masuk ke studio televisi tanpa harus berprestasi, berjuang keras, dan mengeluarkan uang untuk membeli tiket masuk. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak sekolah. Mereka memasarkan kegiatan tersebut bersamaan dengan paket sudi tour. Dengan iming-iming program keren, paket studi tour menjadi menarik dan laris manis.
Meskipun paket kunjungan ke studio televisi kadang sama sekali tidak relevan dengan program yang ada di sekolah,  namun pihak sekolah selalu memaketkan kunjungan itu dengan berbagai istilah keren semacam kunjungan industri, dan sebagainya.
Namun ada saja manfaat dari  kunjungan tersebut bagi anak sebenarnya. Selain mereka akan mendapat pengalaman nyata tentang hal-hal yang berhubungan dengan dunia broadcasting, meraka juga akan mendapatkan pengalaman menyaksikan langsung artis –artis yang selama itu hanya dilihat di layar kaca. Namun di sisi lain  kegiatan  itu juga memiliki sisi lemah. Beberapa kelemahan itu antara lain ; tidak ada relevansinya antara mengunjungi  televisi dengan materi pelajaran yang ada di sekolahnya. Selain itu biaya studi tour akan menjadi bertambah karena untuk alasan itu. Kecuali itu ada acara televisi yang mestinya tidak pantas untuk ditonton mereka yang masih berusia SMP atau bahkan anak Sekolah Dasar namun ternyata mereka  malah  terlibat.
 Hanya saja lagi-lagi, kunjungan itu benar-benar tidak sesuai dengan misi studi tour. Karena kunjungan itu hanyalah untuk menyaksikan pergelaran program sebuah acara televisi. Dan yang paling disesali adalah ketika mereka mendapat giliran menyaksikan acara yang sebenarnya kurang sejalan dengan usia mereka. Contoh; anak-anak SMP berjilbab ternyata harus  menyaksikan acara facebooker yang notabene isinya tak jelas serta menyaksikan artis-artis berkostum minim. Demikian pula acara lainnya yang hanya bersifat hura-hura tanpa makna.
 Persoalannya akan berbeda jika kunjungan itu untuk melihat atau mengamati hal-hal mengenai bagaimana tekhnis penyiaran, membuat program acara, atau tekhnis lainnya yang mungkin dipelajari oleh sekolah yang berkaitan.
Meski demikian program mengunjungi studio televisi menjadi semakin marak. Sekolah-sekolah dari luar Jakarta semakin berantusias melakukan hal tersebut untuk mendongkrak popularitas sekolah mereka. Meski  mereka hanya tertayang sebentar saja namun kebanggan mereka masuk di program televisi membawa cerita sendiri ketika mereka pulang ke kampung halamannya.

Dengan selalu berpikir positif, mudah-mudan trend ini bukan sekadar mengikuti trand yang hanya menjadikan kegiatan mahal tak bermakna. Jadikan trend ini menjadi trend positif yang akan dipertimbangkan sisi baik dan buruknya bukan sekadar ikut-ikutan belaka.