Senin, 31 Oktober 2016

MENJALANI MASA “RESES” KURIKULUM 2013


Keputusan final  terkait perdebatan penggunaan kurikulum  sekolah berakhir dengan dikeluarkannya Permendiknas nomor 160 tahun 2014 yang di dalamnya mengatur penggunaan kembali kurikulum  2006 atau KTSP terhadap sejumlah 201.779 sekolah di Indonesia yang baru menggunakan kurikulum 2103 selama satu semester.Dengan begitu artinya sebagian besar sekolah di Indonesia harus kembali ke kurikulum lama 2006 dengan catatan  di kemudian hari mereka harus tetap mempersiapkan diri untuk menggunakan kurikulum 2013.
Dengan diberhentikannya kurikulum 2013 untuk sementara waktu maka implementasi kurikulum yang baru itu kini mengalamai ‘reses’,mengingat pemberhentian tersebut bersifat sementara  dan suatu saat akan diberlakukan kembali  setelah  para guru, fasilitas, buku, dan perangkat lainnya benar-benar siap.
Perjuangan Menteri Pendidikan Nasional dapat dibilang ‘berhasil’ mengingat  banyak para  penolak yang terus mendesak agar  kurikulum 2013 tetap dilaksanakan. Toh akhirnya pemerintah tetap tak tergoyahkan.
Keputusan pemberhentian itu didasari oleh  adanya beberapa fakta tentang ketidaksiapan pelaksanaan kurikulum 2013. Alasan ini memang benar dan diakui oleh banyak pihak. Implementasi kurikulum  2103 memang terkesan memaksa. Tidak perlu tahu apa motivasi sesungguhnya, yang jelas Menteri Pedidikan yang lama sebelum mengakhiri masa jabatannya segera memberlakukannya. Akibatnya banyak sekolah yang merasa keteteran menghadapi peraturan tersebut. Melihat kenyataan di lapangan serta masukan dari berbagai pihak  akhirnya dengan berani pemerintah baru mengambil keputusan untuk mengembalikan ke kurikulum 2006.
Keputusan tersebut tentu harus disambut positif mengingat selama mencoba pelaksanaan kurikulum baru tersebut banyak sekali kendala ditemui di lapangan. Keputusan  itu tentu juga memiliki tujuan yang lebih jauh lagi yakni agar implementasi kurikulum baru tersebut dapat  terlaksana dengan baik. Namun demikian harus diingat  bahwa ada hal yang  penting  selama pemerintah memberlakukan masa ‘reses’ tersebut.
Memanfaatkan masa ‘reses’ harus dilakukan pemerintah agar kebijakan tersebut tidak sia-sia. Karena keputusan penghentian implementasi kurikulum 2013 didasari oleh anggapan kekurangsiapan, maka dalam masa ‘reses’ ini pemerintah harus konsisten mengemas diri, mampersiapkan segala hal yang menjadi kekurangsiapannya tersebut. Jangan sampai masa ‘reses’ hanya didiamkan berlalu tanpa melakukan sesuatu apapun.
Berbagai catatan tentang kekurangsiapan pelaksanaan kurikulum  2013 yang mencuat selama ini harus kembali dibuka dan diperbaiki segera. Jika catatan yang ada selama ini  didominasi oleh ketidak siapan guru, buku, perangkat pembelajaran, masyarakat, dan pendukung lainnya, maka unsur-unsur itulah yang harus segera digarap dan dibereskan selama masa ‘reses’. Hingga nanti ketika tiba masanya pelaksanaannya, semuanya banar-benar sudah siap.
Untuk mempersiapkan para guru, Menteri Pendidikan konon sudah memiliki jurus tersendiri yang sudah dirancang sebagaimana pernah diungkapkan dalam wawancaranya di majalah Tempo. Menteri akan melaksanakan pelatihan guru dengan model yang berbeda dari pada yang biasa dilakukan. Harapan dari kegiatan tersebut agar mereka benar-benar siap segalanya untuk melaksanakan kurikulum tersebut dengan hasil yang maksimal. Karena guru diibaratkan sebagai ‘penembak’ yang harus tepat membidik sasaran dan berhasil mendapatkan apa yang diharapkan.
Diklat yang tepat terhadap para ‘penembak’ memang sangat urgen dilaksanakan. Karena mereka itulah yang akan bekerja keras untuk membidik  sasaran. Diklat tidak boleh dilakukan sembarangan bila ingin  menghasilkan para ‘penembak’ handal. Oleh karenanya kegiatan itu tidak boleh dilakukan sembarangan atau sekadar kegiatan seremonial bila ingin tujuannya benar-benar tercapai. Pemerintah harus benar-benar merancang bentuk diklat yang tepat, efektif dan efesien sebagaimana yang digagas Menteri. .Maka senyampang masih cukup waktu dalam masa ‘reses’ ini, pemerintah hendaknya secepatnya untuk melaksanakan hal itu baik secara bertahap maupun serentak kepada para guru tanpa harus menunggu esok atau lusa.
Sementara di satu sisi pemerintah menyiapkan dan melaksanakan diklat bagi para guru, di sisi lain pemerintah juga harus menyiapkan segala perangkat yang diperlukan terkait dengan kebutuhan kurikulum 2013 tersebut. Mulai dari penyiapan buku ajar siswa, buku guru, hingga perangkat pendukung lainnya pun harus dipersiapkan secara matang. Kesiapan guru tidak akan berarti manakala tidak didukung oleh perangkat lain yang diperlukan. Jangan sampai guru dibebani lagi dengan urusan penyiapan perangkat pendukung yang justru dapat menyebabkan tugas utama mereka dalam melaksanakan pembelajaran menjadi kurang fokus. Hal ini akan mengakibatkan kurang optimalnya hasil pembelajaran yang diserap oleh siswa.
Satu hal lain yang selama ini luput mendapat perhatian terkait dengan pelaksanaan kurikulum2013, adalah kesiapan masyarakat. Luputnya perhatian pemerintah barangkali disebabkan kurangnya kesadaran betapa pentingnya keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Masyarakat dipandang  belum memiliki peran penting dalam pendidikan selama ini sehingga setiap kebijakan terkait pendidikan seolah kurang memperhatikan efeknya di masyarakat.
Kebijakan pemberlakuan kurikulum 2013 pun memiliki permasalahan yang sama. Sosialisasi pemberlakuan kurikulum 2013 tidak dilakukan kecuali sekadar melalui pemberitaan media saja. Masyarakat hanya mengerti sekilas melalui media  sehingga pemahaman mereka terhadap kurikulum itu benar-benar tidak dimilikinya. Padahal jika dicermati, konten kurikulum 2013 justru banyak melibatkan orang tua murid. Orang tua murid yang merupakan bagian dari masyarakat di sana cukup berperan membantu siswa dalam hal pelaksanaan pembelajaran  setiap hari, terutama dalam membantu pelaksanaa tugas siswa sehari-hari. Tugas siswa dari sekolah banyak membutuhkan bimbingan orang tua. Oleh karena itu orang tua juga perlu cerdas memahami isi kurikulum 2013 tersebut agar mereka dapat ikut serta terlibat dalam pendidikan meski tidak secara langsung.
Kenyataan di lapangan banyak kejadian ketika orang tua diminta membantu putra-putri mereka, justru banyak mengeluhkan adanya model kurikulum baru tersebut. Bahkan tidak sedikit yang menuduh guru terlalu neka-neka dalam memberikan tugas kepada murid-muridnya. Kejadian semacam itu sebenarnya mengindikasikan bahwa masyarakat belum memahami kurikulum baru tersebut.
Kasus semacam itu tentu tidak akan terjadi jika masyarakat telah memahami sebelumnya. Maka tugas pemerintah melalui lembaga terkait semacam komite sekolah, maupun tokoh pendidikan, dan elemen masyarakat lainnya, seharusnya segera melakukan langkah tepat memberikan sosialisasi secara jelas tentang kurikulum 2013 yang akan diberlakukan di kemudian hari. Dan di masa ‘reses’ inilah waktu yang tepat untuk melakukan langkah tersebut agar mereka dapat berperan aktif membantu proses pendidikan baik secara langsung maupun tidak.
Akhirnya senyampang masih hangat, mari kita menjalani masa ‘reses’ pemberlakuan kurikulum 2013 ini untuk menyiapkan diri di segala aspek agar kelak pada saatnya kurikulum 2013 benar-benar resmi diberlakukan, semuanya sudah siap tanpa ada keluhan apapun dari berbagai pihak.
Tidak ada alasan lagi untuk berkeluh kesah jika pemerintah telah mengupayakan berbagai hal terkait pemberlakuan kurikulum 2013 di masa ‘reses’ seperti sekarang. Jangan sampai masa ‘reses’ berlalu begitu saja tanpa kegiatan perbaikan dan penyiapan secara menyeluruh yang dapat mengakibatkan kesalahan kembali terulang.@


Tidak ada komentar:

Posting Komentar