Keputusan final terkait perdebatan penggunaan kurikulum sekolah berakhir dengan dikeluarkannya Permendiknas
nomor 160 tahun 2014 yang di dalamnya mengatur penggunaan kembali
kurikulum 2006 atau KTSP terhadap
sejumlah 201.779 sekolah di Indonesia yang baru menggunakan kurikulum 2103
selama satu semester.Dengan begitu artinya sebagian besar sekolah di Indonesia
harus kembali ke kurikulum lama 2006 dengan catatan di kemudian hari mereka harus tetap
mempersiapkan diri untuk menggunakan kurikulum 2013.
Dengan diberhentikannya kurikulum 2013
untuk sementara waktu maka implementasi kurikulum yang baru itu kini mengalamai
‘reses’,mengingat pemberhentian tersebut bersifat sementara dan suatu saat akan diberlakukan kembali setelah
para guru, fasilitas, buku, dan perangkat lainnya benar-benar siap.
Perjuangan Menteri Pendidikan Nasional
dapat dibilang ‘berhasil’ mengingat
banyak para penolak yang terus mendesak
agar kurikulum 2013 tetap dilaksanakan.
Toh akhirnya pemerintah tetap tak tergoyahkan.
Keputusan pemberhentian itu didasari
oleh adanya beberapa fakta tentang
ketidaksiapan pelaksanaan kurikulum 2013. Alasan ini memang benar dan diakui
oleh banyak pihak. Implementasi kurikulum
2103 memang terkesan memaksa. Tidak perlu tahu apa motivasi sesungguhnya,
yang jelas Menteri Pedidikan yang lama sebelum mengakhiri masa jabatannya
segera memberlakukannya. Akibatnya banyak sekolah yang merasa keteteran
menghadapi peraturan tersebut. Melihat kenyataan di lapangan serta masukan dari
berbagai pihak akhirnya dengan berani
pemerintah baru mengambil keputusan untuk mengembalikan ke kurikulum 2006.
Keputusan tersebut tentu harus disambut
positif mengingat selama mencoba pelaksanaan kurikulum baru tersebut banyak
sekali kendala ditemui di lapangan. Keputusan itu tentu juga memiliki tujuan yang lebih jauh
lagi yakni agar implementasi kurikulum baru tersebut dapat terlaksana dengan baik. Namun demikian harus
diingat bahwa ada hal yang penting selama pemerintah memberlakukan masa ‘reses’
tersebut.
Memanfaatkan masa ‘reses’ harus
dilakukan pemerintah agar kebijakan tersebut tidak sia-sia. Karena keputusan
penghentian implementasi kurikulum 2013 didasari oleh anggapan kekurangsiapan,
maka dalam masa ‘reses’ ini pemerintah harus konsisten mengemas diri,
mampersiapkan segala hal yang menjadi kekurangsiapannya tersebut. Jangan sampai
masa ‘reses’ hanya didiamkan berlalu tanpa melakukan sesuatu apapun.
Berbagai catatan tentang kekurangsiapan
pelaksanaan kurikulum 2013 yang mencuat
selama ini harus kembali dibuka dan diperbaiki segera. Jika catatan yang ada
selama ini didominasi oleh ketidak
siapan guru, buku, perangkat pembelajaran, masyarakat, dan pendukung lainnya,
maka unsur-unsur itulah yang harus segera digarap dan dibereskan selama masa ‘reses’.
Hingga nanti ketika tiba masanya pelaksanaannya, semuanya banar-benar sudah
siap.
Untuk mempersiapkan para guru, Menteri
Pendidikan konon sudah memiliki jurus tersendiri yang sudah dirancang
sebagaimana pernah diungkapkan dalam wawancaranya di majalah Tempo. Menteri
akan melaksanakan pelatihan guru dengan model yang berbeda dari pada yang biasa
dilakukan. Harapan dari kegiatan tersebut agar mereka benar-benar siap
segalanya untuk melaksanakan kurikulum tersebut dengan hasil yang maksimal.
Karena guru diibaratkan sebagai ‘penembak’ yang harus tepat membidik sasaran
dan berhasil mendapatkan apa yang diharapkan.
Diklat yang tepat terhadap para ‘penembak’
memang sangat urgen dilaksanakan. Karena mereka itulah yang akan bekerja keras
untuk membidik sasaran. Diklat tidak
boleh dilakukan sembarangan bila ingin menghasilkan para ‘penembak’ handal. Oleh
karenanya kegiatan itu tidak boleh dilakukan sembarangan atau sekadar kegiatan
seremonial bila ingin tujuannya benar-benar tercapai. Pemerintah harus
benar-benar merancang bentuk diklat yang tepat, efektif dan efesien sebagaimana
yang digagas Menteri. .Maka senyampang masih cukup waktu dalam masa ‘reses’
ini, pemerintah hendaknya secepatnya untuk melaksanakan hal itu baik secara
bertahap maupun serentak kepada para guru tanpa harus menunggu esok atau lusa.
Sementara di satu sisi pemerintah
menyiapkan dan melaksanakan diklat bagi para guru, di sisi lain pemerintah juga
harus menyiapkan segala perangkat yang diperlukan terkait dengan kebutuhan kurikulum
2013 tersebut. Mulai dari penyiapan buku ajar siswa, buku guru, hingga perangkat
pendukung lainnya pun harus dipersiapkan secara matang. Kesiapan guru tidak
akan berarti manakala tidak didukung oleh perangkat lain yang diperlukan.
Jangan sampai guru dibebani lagi dengan urusan penyiapan perangkat pendukung
yang justru dapat menyebabkan tugas utama mereka dalam melaksanakan pembelajaran
menjadi kurang fokus. Hal ini akan mengakibatkan kurang optimalnya hasil pembelajaran
yang diserap oleh siswa.
Satu hal lain yang selama ini luput
mendapat perhatian terkait dengan pelaksanaan kurikulum2013, adalah kesiapan
masyarakat. Luputnya perhatian pemerintah barangkali disebabkan kurangnya
kesadaran betapa pentingnya keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam
pendidikan. Masyarakat dipandang belum
memiliki peran penting dalam pendidikan selama ini sehingga setiap kebijakan
terkait pendidikan seolah kurang memperhatikan efeknya di masyarakat.
Kebijakan pemberlakuan kurikulum 2013
pun memiliki permasalahan yang sama. Sosialisasi pemberlakuan kurikulum 2013
tidak dilakukan kecuali sekadar melalui pemberitaan media saja. Masyarakat hanya
mengerti sekilas melalui media sehingga
pemahaman mereka terhadap kurikulum itu benar-benar tidak dimilikinya. Padahal jika
dicermati, konten kurikulum 2013 justru banyak melibatkan orang tua murid.
Orang tua murid yang merupakan bagian dari masyarakat di sana cukup berperan
membantu siswa dalam hal pelaksanaan pembelajaran setiap hari, terutama dalam membantu pelaksanaa
tugas siswa sehari-hari. Tugas siswa dari sekolah banyak membutuhkan bimbingan
orang tua. Oleh karena itu orang tua juga perlu cerdas memahami isi kurikulum
2013 tersebut agar mereka dapat ikut serta terlibat dalam pendidikan meski
tidak secara langsung.
Kenyataan di lapangan banyak kejadian ketika
orang tua diminta membantu putra-putri mereka, justru banyak mengeluhkan adanya
model kurikulum baru tersebut. Bahkan tidak sedikit yang menuduh guru terlalu neka-neka dalam memberikan tugas kepada
murid-muridnya. Kejadian semacam itu sebenarnya mengindikasikan bahwa
masyarakat belum memahami kurikulum baru tersebut.
Kasus semacam itu tentu tidak akan
terjadi jika masyarakat telah memahami sebelumnya. Maka tugas pemerintah
melalui lembaga terkait semacam komite sekolah, maupun tokoh pendidikan, dan
elemen masyarakat lainnya, seharusnya segera melakukan langkah tepat memberikan
sosialisasi secara jelas tentang kurikulum 2013 yang akan diberlakukan di
kemudian hari. Dan di masa ‘reses’ inilah waktu yang tepat untuk melakukan
langkah tersebut agar mereka dapat berperan aktif membantu proses pendidikan
baik secara langsung maupun tidak.
Akhirnya senyampang masih hangat, mari
kita menjalani masa ‘reses’ pemberlakuan kurikulum 2013 ini untuk menyiapkan diri
di segala aspek agar kelak pada saatnya kurikulum 2013 benar-benar resmi
diberlakukan, semuanya sudah siap tanpa ada keluhan apapun dari berbagai pihak.
Tidak ada alasan lagi untuk berkeluh
kesah jika pemerintah telah mengupayakan berbagai hal terkait pemberlakuan
kurikulum 2013 di masa ‘reses’ seperti sekarang. Jangan sampai masa ‘reses’
berlalu begitu saja tanpa kegiatan perbaikan dan penyiapan secara menyeluruh
yang dapat mengakibatkan kesalahan kembali terulang.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar