Jumat, 28 Oktober 2016

TREND SEKOLAH MASUK TELEVISI KIAN MARAK
Oleh : Riyadi
Mengamati fenomena  maraknya sekolah-sekolah masuk ke stasiun  televisi akhir-akhir ini sungguh  mengundang keinginan saya untuk membahasnya lebih lanjut. Lihat saja tayangan-tayangan acara  di televisi swasta khususnya. Ada acara Facebooker, Bukan Empat Mata, Kick Andi, Hitam Putih, dll. Semua sengaja mendatangkan penonton untuk dilibatkan  secara aktif demi meramaikan dan menghidupkan acara tersebut. Dan sejauh pengamatan saya para penonton itu hampir setiap waktu melibatkan, pelajar, mahasiswa, ataupun karyawan perusahaan yang umumnya  datang dari tempat jauh di luar ibu kota  demi mengikuti acara tersebut. Dan lebih menarik lagi akhir-akhir ini tampak lebih banyak melibatkan para pelajar tingkat SMU dan SMP dari berbagai kota .
Maraknya fenomena itu dapat mengindikasikan bahwa terjadi trend ingin masuk program televisi bagi mereka yang semakin kuat dibanding jaman dahulu. Sayangnya masuknya mereka ke program acara televisi bukanlah karena prestasi melainkan cuma sekadar menjadi penonton saja. Maka  perlu dipertanyakan keinginan untuk mengunjungi studio televisi itu merupakan keinginan para siswa, sekolah atau pihak televisi sendiri.
 Terlepas dari siapa yang menginginkan itu, yang pasti ada hubungan simbiosis mutualisme bagi kedua belah pihak yakni sekolah dan stasiun televisi itu sendiri. Pihak televisi mendapatkan keuntungan  dimana program acara yang dihadiri oleh para pelajar tersebut menjadi hidup. Interaksi penonton dan pelaku acara menjadi dekat dan hidup sehingga pementasan tidak kaku. Dan untuk itu pihak televisi tidak perlu melibatkan banyak kru dan pemain pendukung yang perlu dibiayai. Sedangkan keuntungan sekolah adalah mereka bangga bisa menonton langsung bahkan terlibat dalam acara tersebut tanpa harus membayar tiket. Kecuali itu mereka menjadi dikenal karena mendapatkan iklan gratis saat ditanya dari mana mereka berasal yang segera akan dijawab asal sekolah atau lembaga mereka dengan penuh semangat.
Satu lagi pertanyaan, apa tujuan sebenarnya sekolah mengunjungi stasiun televisi? Banyak alasan yang dikemukakan oleh pihak sekolah. Acara kunjungan semacam itu biasanya merupakan paket kegiatan sekolah yang bertajuk studi tour. Studi tour yang sebenarnya memiliki arti berwisata untuk belajar, pada kenyataannya jauh menyimpang dari makna semula. Pergeseran makna tersebut sebenarnya sudah diketahui  umum bahwa studi tour lebih memiliki makna plesiran belaka.
Jaman dahulu, untuk memasuki studio televisi merupakan hal yang sangat mustahil. Siswa/ sekolah yang dapat memasuki sebuah program televisi hanyalah mereka yang benar-benar memiliki prestasi atau keistimewaan tertentu.  Acara cerdas tangkasatau cepat tepat di TVRI hanya diikuti oleh siswa-siswi atau sekolah yang benar-benar berprestasi saja. Itupun melalui perjuangan keras. Anak-anak atau sekolah yang tidak berprestasi tak mungkin memiliki kesempatan seperti itu. Namun sejalan dengan perkembangan pertelevisian nasional, stasiun televisi baik nasional maupun lokal kian marak bertebaran sehingga banyak acara yang mungkin bisa ditonton secara live.
Kini siapapun bisa masuk ke studio televisi tanpa harus berprestasi, berjuang keras, dan mengeluarkan uang untuk membeli tiket masuk. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak sekolah. Mereka memasarkan kegiatan tersebut bersamaan dengan paket sudi tour. Dengan iming-iming program keren, paket studi tour menjadi menarik dan laris manis.
Meskipun paket kunjungan ke studio televisi kadang sama sekali tidak relevan dengan program yang ada di sekolah,  namun pihak sekolah selalu memaketkan kunjungan itu dengan berbagai istilah keren semacam kunjungan industri, dan sebagainya.
Namun ada saja manfaat dari  kunjungan tersebut bagi anak sebenarnya. Selain mereka akan mendapat pengalaman nyata tentang hal-hal yang berhubungan dengan dunia broadcasting, meraka juga akan mendapatkan pengalaman menyaksikan langsung artis –artis yang selama itu hanya dilihat di layar kaca. Namun di sisi lain  kegiatan  itu juga memiliki sisi lemah. Beberapa kelemahan itu antara lain ; tidak ada relevansinya antara mengunjungi  televisi dengan materi pelajaran yang ada di sekolahnya. Selain itu biaya studi tour akan menjadi bertambah karena untuk alasan itu. Kecuali itu ada acara televisi yang mestinya tidak pantas untuk ditonton mereka yang masih berusia SMP atau bahkan anak Sekolah Dasar namun ternyata mereka  malah  terlibat.
 Hanya saja lagi-lagi, kunjungan itu benar-benar tidak sesuai dengan misi studi tour. Karena kunjungan itu hanyalah untuk menyaksikan pergelaran program sebuah acara televisi. Dan yang paling disesali adalah ketika mereka mendapat giliran menyaksikan acara yang sebenarnya kurang sejalan dengan usia mereka. Contoh; anak-anak SMP berjilbab ternyata harus  menyaksikan acara facebooker yang notabene isinya tak jelas serta menyaksikan artis-artis berkostum minim. Demikian pula acara lainnya yang hanya bersifat hura-hura tanpa makna.
 Persoalannya akan berbeda jika kunjungan itu untuk melihat atau mengamati hal-hal mengenai bagaimana tekhnis penyiaran, membuat program acara, atau tekhnis lainnya yang mungkin dipelajari oleh sekolah yang berkaitan.
Meski demikian program mengunjungi studio televisi menjadi semakin marak. Sekolah-sekolah dari luar Jakarta semakin berantusias melakukan hal tersebut untuk mendongkrak popularitas sekolah mereka. Meski  mereka hanya tertayang sebentar saja namun kebanggan mereka masuk di program televisi membawa cerita sendiri ketika mereka pulang ke kampung halamannya.

Dengan selalu berpikir positif, mudah-mudan trend ini bukan sekadar mengikuti trand yang hanya menjadikan kegiatan mahal tak bermakna. Jadikan trend ini menjadi trend positif yang akan dipertimbangkan sisi baik dan buruknya bukan sekadar ikut-ikutan belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar