TREND
SEKOLAH MASUK TELEVISI KIAN MARAK
Oleh
: Riyadi
Mengamati fenomena maraknya sekolah-sekolah masuk ke
stasiun televisi akhir-akhir ini
sungguh mengundang keinginan saya untuk
membahasnya lebih lanjut. Lihat saja tayangan-tayangan acara di televisi swasta khususnya. Ada acara
Facebooker, Bukan Empat Mata, Kick Andi, Hitam Putih, dll. Semua sengaja mendatangkan
penonton untuk dilibatkan secara aktif
demi meramaikan dan menghidupkan acara tersebut. Dan sejauh pengamatan saya
para penonton itu hampir setiap waktu melibatkan, pelajar, mahasiswa, ataupun karyawan
perusahaan yang umumnya datang dari
tempat jauh di luar ibu kota demi
mengikuti acara tersebut. Dan lebih menarik lagi akhir-akhir ini tampak lebih
banyak melibatkan para pelajar tingkat SMU dan SMP dari berbagai kota .
Maraknya fenomena itu dapat
mengindikasikan bahwa terjadi trend ingin masuk program televisi bagi mereka
yang semakin kuat dibanding jaman dahulu. Sayangnya masuknya mereka ke program
acara televisi bukanlah karena prestasi melainkan cuma sekadar menjadi penonton
saja. Maka perlu dipertanyakan keinginan
untuk mengunjungi studio televisi itu merupakan keinginan para siswa, sekolah
atau pihak televisi sendiri.
Terlepas dari siapa yang menginginkan itu,
yang pasti ada hubungan simbiosis mutualisme bagi kedua belah pihak yakni
sekolah dan stasiun televisi itu sendiri. Pihak televisi mendapatkan
keuntungan dimana program acara yang
dihadiri oleh para pelajar tersebut menjadi hidup. Interaksi penonton dan
pelaku acara menjadi dekat dan hidup sehingga pementasan tidak kaku. Dan untuk
itu pihak televisi tidak perlu melibatkan banyak kru dan pemain pendukung yang
perlu dibiayai. Sedangkan keuntungan sekolah adalah mereka bangga bisa menonton
langsung bahkan terlibat dalam acara tersebut tanpa harus membayar tiket.
Kecuali itu mereka menjadi dikenal karena mendapatkan iklan gratis saat ditanya
dari mana mereka berasal yang segera akan dijawab asal sekolah atau lembaga
mereka dengan penuh semangat.
Satu lagi pertanyaan, apa tujuan sebenarnya
sekolah mengunjungi stasiun televisi? Banyak alasan yang dikemukakan oleh pihak
sekolah. Acara kunjungan semacam itu biasanya merupakan paket kegiatan sekolah
yang bertajuk studi tour. Studi tour yang sebenarnya memiliki arti berwisata
untuk belajar, pada kenyataannya jauh menyimpang dari makna semula. Pergeseran
makna tersebut sebenarnya sudah diketahui umum bahwa studi tour lebih memiliki makna
plesiran belaka.
Jaman dahulu, untuk memasuki studio
televisi merupakan hal yang sangat mustahil. Siswa/ sekolah yang dapat memasuki
sebuah program televisi hanyalah mereka yang benar-benar memiliki prestasi atau
keistimewaan tertentu. Acara cerdas
tangkasatau cepat tepat di TVRI hanya diikuti oleh siswa-siswi atau sekolah
yang benar-benar berprestasi saja. Itupun melalui perjuangan keras. Anak-anak atau
sekolah yang tidak berprestasi tak mungkin memiliki kesempatan seperti itu.
Namun sejalan dengan perkembangan pertelevisian nasional, stasiun televisi baik
nasional maupun lokal kian marak bertebaran sehingga banyak acara yang mungkin
bisa ditonton secara live.
Kini siapapun bisa masuk ke studio televisi
tanpa harus berprestasi, berjuang keras, dan mengeluarkan uang untuk membeli
tiket masuk. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak sekolah. Mereka
memasarkan kegiatan tersebut bersamaan dengan paket sudi tour. Dengan
iming-iming program keren, paket studi tour menjadi menarik dan laris manis.
Meskipun paket kunjungan ke studio
televisi kadang sama sekali tidak relevan dengan program yang ada di sekolah, namun pihak sekolah selalu memaketkan
kunjungan itu dengan berbagai istilah keren semacam kunjungan industri, dan
sebagainya.
Namun ada saja manfaat dari kunjungan tersebut bagi anak sebenarnya.
Selain mereka akan mendapat pengalaman nyata tentang hal-hal yang berhubungan
dengan dunia broadcasting, meraka juga akan mendapatkan pengalaman menyaksikan langsung
artis –artis yang selama itu hanya dilihat di layar kaca. Namun di sisi
lain kegiatan itu juga memiliki sisi lemah. Beberapa
kelemahan itu antara lain ; tidak ada relevansinya antara mengunjungi televisi dengan materi pelajaran yang ada di
sekolahnya. Selain itu biaya studi tour akan menjadi bertambah karena untuk
alasan itu. Kecuali itu ada acara televisi yang mestinya tidak pantas untuk
ditonton mereka yang masih berusia SMP atau bahkan anak Sekolah Dasar namun
ternyata mereka malah terlibat.
Hanya saja lagi-lagi, kunjungan itu
benar-benar tidak sesuai dengan misi studi tour. Karena kunjungan itu hanyalah
untuk menyaksikan pergelaran program sebuah acara televisi. Dan yang paling
disesali adalah ketika mereka mendapat giliran menyaksikan acara yang
sebenarnya kurang sejalan dengan usia mereka. Contoh; anak-anak SMP berjilbab
ternyata harus menyaksikan acara
facebooker yang notabene isinya tak jelas serta menyaksikan artis-artis
berkostum minim. Demikian pula acara lainnya yang hanya bersifat hura-hura
tanpa makna.
Persoalannya
akan berbeda jika kunjungan itu untuk melihat atau mengamati hal-hal mengenai
bagaimana tekhnis penyiaran, membuat program acara, atau tekhnis lainnya yang
mungkin dipelajari oleh sekolah yang berkaitan.
Meski demikian program mengunjungi
studio televisi menjadi semakin marak. Sekolah-sekolah dari luar Jakarta
semakin berantusias melakukan hal tersebut untuk mendongkrak popularitas
sekolah mereka. Meski mereka hanya
tertayang sebentar saja namun kebanggan mereka masuk di program televisi
membawa cerita sendiri ketika mereka pulang ke kampung halamannya.
Dengan selalu berpikir positif,
mudah-mudan trend ini bukan sekadar mengikuti trand yang hanya menjadikan
kegiatan mahal tak bermakna. Jadikan trend ini menjadi trend positif yang akan
dipertimbangkan sisi baik dan buruknya bukan sekadar ikut-ikutan belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar