Minggu, 23 Oktober 2016

MASIH TAK MAUKAH KITA MENULIS?


       



 












Membangun kembali motivasi
Menulis terkadang dianggap sebagai kegiatan yang menyulitkan bagi sebagian besar guru. Mereka beralasan tidak bisa menulis yang baik, tidak punya waktu untuk menulis, banyak tugas sekolah, tidak punya bakat menulis, merasa malu jika tulisannya dibaca orang lain, dan segudang alasan lain yang kadang juga tidak terkait dan tidak masuk akal. Benarkah demikian?
Kalau  mereka mengatakan  tidak bisa menulis yang baik, mungkin dapat dimaklumi. Bagi mereka yang baru memulai atau bahkan belum pernah menulis tentu saja hasilnya tidak akan langsung  baik. Tidak ada seorang pun yang tiba-tiba sanggup menghasilkan tulisan hebat. Menulis adalah proses. Butuh waktu untuk menghasilkan karya yang hebat. Para penulis hebat tidak langsung hebat, tetapi dia memulai dari menulis kacangan yang sama sekali tidak bermutu. Tetapi seiring kemauannya yang keras dan pantang menyerah akhirnya ia mampu menjadi penulis hebat dengan karya yang hebat.
Kalau mereka merasa tidak memiliki waktu untuk menulis, alasan itu juga masih diterima. Semua tahu bahwa  jadwal kegiatan mereka begitu padatnya. Dari urusan tugas pekerjaan, urusan sosial, urusan keluarga, sampai urusan lain selalu menyita dan hampir menghabiskan waktu 24 jam mereka. Namun andai saja waktu sehari ditambah menjadi 30 jam, apakah mereka menjamin akan ada waktu untuk menulis? Rasanya  tidak yakin itu.
Urusan  tidak dapat menyelesaikan suatu  kegiatan kadang bukan dialami oleh orang yang terlalu sibuk, tetapi justru sering dialami orang yang memiliki banyak waktu.
 Menulis banyak dilakukan oleh orang yang terlalu sibuk. Sedangkan orang yang terlalu santai justru tidak menghasilkan tulisan. Jadi masalahnya bukan  tidak punya waktu melainkan  tidak mau mencuri waktu.
 Untuk menulis tidak perlu memerlukan waktu khusus yang begitu lama. Cukup setengah jam saja. Jika rutin dilakukan maka dalam waktu satu bulan saja  akan dapat menghasilkan satu naskah.
Banyaknya tugas sekolah ataupun tugas lainnya juga selalu menjadi alasan mereka. Selama mereka menjadi seorang guru maka tugas-tugas itu pun akan melekat. Jika hal itu menjadi alasan, artinya mereka tidak akan sanggup menulis hingga saatnya  pensiun. Tapi apakah ketika mereka sudah pensiun kemudian akan menghasilkan banyak tulisan? Kalaupun benar demikian waktu produktif mereka  untuk menghasilkan tulisan yang berfungsi untuk menunjang kariernya  menjadi sangat terlambat. Padahal saat bertugaslah saat mereka dituntut untuk memproduk tulisan dan berkarya.
Alasan klasik yang lain adalah merasa tidak punya bakat menulis. Menulis tidak ada urusannya dengan bakat yang dibawa dari lahir. Tidak terkait pula dengan faktor keturunan. Ini urusannya dengan motivasi dan kemauan. Tidak ada seorangpun dilahirkan dengan bakat menulis. Tidak ada seorangpun yang lahir dengan gen pintar menulis. Siapa yang pernah dengar kisah penulis hebat  yang tiba-tiba hebat menulis? Siapa  pernah membaca kalau keturunan mereka juga langsung hebat menulis? Tidak ada, kecuali mereka bersikeras untuk menulis. Dan semua itu mereka lakukan dengan semangat dan pantang menyerah.
Satu lagi hal yang klasik bahwa acap kali mereka merasa malu jika tulisan mereka dibaca orang lain. Ini menjadi bertentangan dengan tujuan menulis.
 Pada dasarnya tujuan orang menulis adalah mengungkapkan gagasannya agar diketahui, diterima, bahkan mungkin diikuti orang lain (pembaca). Bagaimana mungkin hal itu tersampaikan jika tulisan mereka tidak boleh diketahui orang lain. Apalah artinya gagasan yang hebat jika tidak boleh dibaca orang lain.
 Urusan bagus atau tidak harus dikesampingkan jauh-jauh bagi para penulis pemula atau orang yang belum mau menulis. Jadilah orang yang tak tahu malu tentang tulisan sendiri jika ingin menjadi pintar menulis. Orang yang suka bercermin kadang  cenderung menjadi orang yang tidak percaya diri. Sebaliknya orang yang jarang bercermin kadang sering menjadi GR. Mungkin hal itu perlu diadopsi dalam hal memotivasi diri untuk menulis.
Membiarkan orang lain membaca tuliasan yang mereka hasilkan berarti membiarkan diri mereka terus berkembang. Biarkan orang lain  mengritik, mengomentari, dan bahkan mencaci maki.  Toh mereka sudah menghasilkan. Barangkali yang mengritik dan mencaci maki juga belum tentu bisa menghasilkan. Mengritik dan mencela itu lebih gampang. Jadi itu hal biasa. Jadikan kritik itu sebagai bahan bangunan  untuk mengokohkan karya kita! Suatu hari mereka akan mengakui karya kita dan justru mereka akan jauh tertinggal. Percayalah itu!
 











Gmb.: Diskusi kelompok kegiatan menulis

Kiat –kiat sederhana untuk membiasakan menulis.
Tuliskanlah apa saja  yang ada dalam pikiran kita! Jangan lepaskan apa yang ada dalam pikiran kita hilang tak berbekas!  Apa itu masalah yang berkaitan dengan tugas kita mengajar sehari-hari ataupun masalah lain yang sama sekali tak terkait. Apakah tulisan itu bagus atau tidak, menarik atau tidak, baru atau usang. Pokoknya tulis saja! Yang penting adalah ‘Tulis’.
Sediakan media untuk menampung gagasan di pikiran kita. Bawalah kertas dan bolpoin di saku setiap saat kemana pun kita berada.  Bisa juga laptop, komputer jika di rumah. Dan buku saku yang bisa dibawa kemana-mana. Apalagi jika kita punya kamera, itu sangat memotivasi untuk mengambil gambar dan mengabadikannya lewat tulisan.
Cobalah kita menuliskan apa yang kita lihat dari sudut pandang yang beda atau berlawanan. Hal itu akan membuat kita menjadi kreatif. Misalkan selama ini kita mengajar, pengalaman kita yang mudah ditulis tentu tentang pengalaman mengajar. Tapi cobalah sekali waktu  kita menuliskan bagaimana kira-kira andai kita menjadi murid. Tentu hasilnya akan berbeda.
Sekali waktu cobalah kita lepaskan rutinitas kita sebagai guru. Cobalah sekali waktu kita menulis saat kita naik motor di jalan, pergi ke pasar, saat memasak, dan lain-lainnya. Sekali waktu kita juga harus mencoba berangkat tugas melalui jalan yang berbeda dari kebiasaannya. Tujuannya agar kita mendapatkan hal yang baru dan berbeda dengan biasanya. Niscaya kita akan mendapatkan sesuatu yang baru dan tidak membosankan.
 












Foto: Kegiatan menulis KOMPAK yang dihadiri pula Pimred Majalah Sang Guru.

Selingi proses menulis kita dengan kegiatan kecil lainnya agar kita tak terasa jenuh. Menulis terus menerus akan menjadikan kita jenuh juga.   Berhentilah menulis dengan mendengarkan musik, atau makan cemilan, atau berjalan ke luar rumah melihat halaman rumah kita, atau  kegiatan lainnya. Niscaya kita tak akan mudah bosan.
Mengubah lingkungan kerja kita pun biasa menjadi hal menghindari kebosanan menulis. Berpindahlah posisi meja kerja kita.  Atau kita yang harus berpindah posisi saat menulis. Dari ruang kerja ke ruang tamu, kebun, teras, atau bahkan ke luar rumah.
Bicarakan tulisan kita dengan orang lain. Tidak harus kepada orang yang hebat tapi ceritakan kepada siapapun. Bisa dengan teman akrab, saudara, adik, bahkan bisa kepada murid kita. Tujuannya untuk melengkapi tulisan kita. Siapa tahu mereka justru dapat memberi inspirasi lain yang dapat untuk menyempurnakan tulisan yang sudah kita buat. Jangan gengsi untuk mengadopsi gagasan orang lain karena itu sah-sah saja selama kita tidak memplagiatnya.
Akseslah internet untuk menambah wawasan kita. Dari internet apa yang tak bisa kita dapatkan? Berbagai hal yang akan kita tulis  semua sudah tersedia dengan lengkap. Maka tak ada kesulitan buat kita selama kita niati.
Jadikan menulis sebagai hal yang menyenangkan. Ubahlah image bahwa menulis itu menyusahkan kita. Jangan paksa  kita untuk menulis tapi paksakan kesadaran kita untuk berpikir positif. Anggaplah menulis seperti kegiatan minum kopi manis bagi para pecinta kopi, atau merokok bagi pecandu rokok, atau  minum es campur bagi kita yang kehausan.
Sebesar apapun  tulisan ini diharapkan dapat menjadi  penyokong   motivasi kita. Tidak ada hal yang mampu mengubah kita selain kemauan kita.@


Tidak ada komentar:

Posting Komentar