Membangun kembali
motivasi
Menulis terkadang dianggap sebagai
kegiatan yang menyulitkan bagi sebagian besar guru. Mereka beralasan tidak bisa
menulis yang baik, tidak punya waktu untuk menulis, banyak tugas sekolah, tidak
punya bakat menulis, merasa malu jika tulisannya dibaca orang lain, dan
segudang alasan lain yang kadang juga tidak terkait dan tidak masuk akal.
Benarkah demikian?
Kalau
mereka mengatakan tidak bisa
menulis yang baik, mungkin dapat dimaklumi. Bagi mereka yang baru memulai atau
bahkan belum pernah menulis tentu saja hasilnya tidak akan langsung baik. Tidak ada seorang pun yang tiba-tiba sanggup
menghasilkan tulisan hebat. Menulis adalah proses. Butuh waktu untuk
menghasilkan karya yang hebat. Para penulis hebat tidak langsung hebat, tetapi
dia memulai dari menulis kacangan yang sama sekali tidak bermutu. Tetapi
seiring kemauannya yang keras dan pantang menyerah akhirnya ia mampu menjadi
penulis hebat dengan karya yang hebat.
Kalau mereka merasa tidak memiliki waktu
untuk menulis, alasan itu juga masih diterima. Semua tahu bahwa jadwal kegiatan mereka begitu padatnya. Dari
urusan tugas pekerjaan, urusan sosial, urusan keluarga, sampai urusan lain
selalu menyita dan hampir menghabiskan waktu 24 jam mereka. Namun andai saja
waktu sehari ditambah menjadi 30 jam, apakah mereka menjamin akan ada waktu
untuk menulis? Rasanya tidak yakin itu.
Urusan
tidak dapat menyelesaikan suatu kegiatan kadang bukan dialami oleh orang yang
terlalu sibuk, tetapi justru sering dialami orang yang memiliki banyak waktu.
Menulis banyak dilakukan oleh orang yang
terlalu sibuk. Sedangkan orang yang terlalu santai justru tidak menghasilkan
tulisan. Jadi masalahnya bukan tidak
punya waktu melainkan tidak mau mencuri
waktu.
Untuk menulis tidak perlu memerlukan waktu
khusus yang begitu lama. Cukup setengah jam saja. Jika rutin dilakukan maka dalam
waktu satu bulan saja akan dapat
menghasilkan satu naskah.
Banyaknya tugas sekolah ataupun tugas
lainnya juga selalu menjadi alasan mereka. Selama mereka menjadi seorang guru
maka tugas-tugas itu pun akan melekat. Jika hal itu menjadi alasan, artinya
mereka tidak akan sanggup menulis hingga saatnya pensiun. Tapi apakah ketika mereka sudah
pensiun kemudian akan menghasilkan banyak tulisan? Kalaupun benar demikian
waktu produktif mereka untuk
menghasilkan tulisan yang berfungsi untuk menunjang kariernya menjadi sangat terlambat. Padahal saat
bertugaslah saat mereka dituntut untuk memproduk tulisan dan berkarya.
Alasan klasik yang lain adalah merasa
tidak punya bakat menulis. Menulis tidak ada urusannya dengan bakat yang dibawa
dari lahir. Tidak terkait pula dengan faktor keturunan. Ini urusannya dengan
motivasi dan kemauan. Tidak ada seorangpun dilahirkan dengan bakat menulis.
Tidak ada seorangpun yang lahir dengan gen pintar menulis. Siapa yang pernah
dengar kisah penulis hebat yang
tiba-tiba hebat menulis? Siapa pernah membaca
kalau keturunan mereka juga langsung hebat menulis? Tidak ada, kecuali mereka
bersikeras untuk menulis. Dan semua itu mereka lakukan dengan semangat dan
pantang menyerah.
Satu lagi hal yang klasik bahwa acap kali
mereka merasa malu jika tulisan mereka dibaca orang lain. Ini menjadi
bertentangan dengan tujuan menulis.
Pada dasarnya tujuan orang menulis adalah
mengungkapkan gagasannya agar diketahui, diterima, bahkan mungkin diikuti orang
lain (pembaca). Bagaimana mungkin hal itu tersampaikan jika tulisan mereka
tidak boleh diketahui orang lain. Apalah artinya gagasan yang hebat jika tidak
boleh dibaca orang lain.
Urusan bagus atau tidak harus dikesampingkan
jauh-jauh bagi para penulis pemula atau orang yang belum mau menulis. Jadilah
orang yang tak tahu malu tentang tulisan sendiri jika ingin menjadi pintar
menulis. Orang yang suka bercermin kadang
cenderung menjadi orang yang tidak percaya diri. Sebaliknya orang yang
jarang bercermin kadang sering menjadi GR. Mungkin hal itu perlu diadopsi dalam
hal memotivasi diri untuk menulis.
Membiarkan orang lain membaca tuliasan
yang mereka hasilkan berarti membiarkan diri mereka terus berkembang. Biarkan
orang lain mengritik, mengomentari, dan
bahkan mencaci maki. Toh mereka sudah
menghasilkan. Barangkali yang mengritik dan mencaci maki juga belum tentu bisa
menghasilkan. Mengritik dan mencela itu lebih gampang. Jadi itu hal biasa. Jadikan
kritik itu sebagai bahan bangunan untuk
mengokohkan karya kita! Suatu hari mereka akan mengakui karya kita dan justru
mereka akan jauh tertinggal. Percayalah itu!
Gmb.: Diskusi
kelompok kegiatan menulis
Kiat –kiat sederhana
untuk membiasakan menulis.
Tuliskanlah apa saja yang ada dalam pikiran kita! Jangan lepaskan
apa yang ada dalam pikiran kita hilang tak berbekas! Apa itu masalah yang berkaitan dengan tugas
kita mengajar sehari-hari ataupun masalah lain yang sama sekali tak terkait.
Apakah tulisan itu bagus atau tidak, menarik atau tidak, baru atau usang. Pokoknya
tulis saja! Yang penting adalah ‘Tulis’.
Sediakan media untuk menampung gagasan
di pikiran kita. Bawalah kertas dan bolpoin di saku setiap saat kemana pun kita
berada. Bisa juga laptop, komputer jika
di rumah. Dan buku saku yang bisa dibawa kemana-mana. Apalagi jika kita punya
kamera, itu sangat memotivasi untuk mengambil gambar dan mengabadikannya lewat
tulisan.
Cobalah kita menuliskan apa yang kita
lihat dari sudut pandang yang beda atau berlawanan. Hal itu akan membuat kita
menjadi kreatif. Misalkan selama ini kita mengajar, pengalaman kita yang mudah
ditulis tentu tentang pengalaman mengajar. Tapi cobalah sekali waktu kita menuliskan bagaimana kira-kira andai
kita menjadi murid. Tentu hasilnya akan berbeda.
Sekali waktu cobalah kita lepaskan
rutinitas kita sebagai guru. Cobalah sekali waktu kita menulis saat kita naik
motor di jalan, pergi ke pasar, saat memasak, dan lain-lainnya. Sekali waktu
kita juga harus mencoba berangkat tugas melalui jalan yang berbeda dari
kebiasaannya. Tujuannya agar kita mendapatkan hal yang baru dan berbeda dengan
biasanya. Niscaya kita akan mendapatkan sesuatu yang baru dan tidak
membosankan.
Foto:
Kegiatan menulis KOMPAK yang dihadiri pula Pimred Majalah Sang Guru.
Selingi proses menulis kita dengan
kegiatan kecil lainnya agar kita tak terasa jenuh. Menulis terus menerus akan
menjadikan kita jenuh juga. Berhentilah menulis dengan mendengarkan musik,
atau makan cemilan, atau berjalan ke luar rumah melihat halaman rumah kita,
atau kegiatan lainnya. Niscaya kita tak
akan mudah bosan.
Mengubah lingkungan kerja kita pun biasa
menjadi hal menghindari kebosanan menulis. Berpindahlah posisi meja kerja
kita. Atau kita yang harus berpindah
posisi saat menulis. Dari ruang kerja ke ruang tamu, kebun, teras, atau bahkan
ke luar rumah.
Bicarakan tulisan kita dengan orang
lain. Tidak harus kepada orang yang hebat tapi ceritakan kepada siapapun. Bisa
dengan teman akrab, saudara, adik, bahkan bisa kepada murid kita. Tujuannya
untuk melengkapi tulisan kita. Siapa tahu mereka justru dapat memberi inspirasi
lain yang dapat untuk menyempurnakan tulisan yang sudah kita buat. Jangan
gengsi untuk mengadopsi gagasan orang lain karena itu sah-sah saja selama kita
tidak memplagiatnya.
Akseslah internet untuk menambah wawasan
kita. Dari internet apa yang tak bisa kita dapatkan? Berbagai hal yang akan
kita tulis semua sudah tersedia dengan
lengkap. Maka tak ada kesulitan buat kita selama kita niati.
Jadikan menulis sebagai hal yang
menyenangkan. Ubahlah image bahwa menulis itu menyusahkan kita. Jangan
paksa kita untuk menulis tapi paksakan
kesadaran kita untuk berpikir positif. Anggaplah menulis seperti kegiatan minum
kopi manis bagi para pecinta kopi, atau merokok bagi pecandu rokok, atau minum es campur bagi kita yang kehausan.
Sebesar apapun tulisan ini diharapkan dapat menjadi penyokong motivasi kita. Tidak ada hal yang mampu
mengubah kita selain kemauan kita.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar