Makalah oleh
Riyadi*
Sejauh
ini banyak sekolah mengalami dilema terkait dengan penggalangan dana dari
masyarakat. Di satu sisi berdasarkan penilaian akreditasi sekolah, pemerintah
mengharapkan sekolah dapat menggalang partisipasi masyarakat dalam hal
pendanaan sekolah, namun di sisi lain dengan munculnya dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) pihak sekolah terutama sekolah negeri dilarang keras untuk
melakukan pungutan dari orang tua siswa.
Peraturan
tersebut sungguh membuat sejumlah sekolah mengalami keraguan dalam hal
menentukan kebijakan. Sekolah yang tidak melakukan penggalangan dana, nilai
poin akreditasi akan kurang karena efek dari itu disinyalir akan menghambat
perkembangan sekolah. Sedangkan jika sekolah melakukan penggalangan dana maka
akan dicurigai dan dianggap melanggar peraturan. Karena dengan dalih apapun
mereka akan dipersalahkan jika sampai melakukan kegiatan pungutan.
Hal
semacam itu juga menjadi simalakama
ketika dilaksanakan oleh sekolah sehingga pihak sekolah, terutama kepala
sekolah sebagai penentu kebijakan menjadi grogi dan takut. Banyak kasus
penggalangan dana dianggap sebagai pungutan yang akhirnya menyeretnya ke ranah
hukum tanpa ada pembelaan dari pihak manapun.
Dilema
semacam itu dialami oleh sebagian besar sekolah di tanah
air termasuk pula di Sekolah Dasar Negeri Sunyalangu Kecamatan Karanglewas
selama ini. Pihak sekolah mengalami kebuntuan dalam menetukan kebijakan dalam
hal pendanaan sekolah dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada para siswanya
karena segala pendanaan operasional dan kebutuhan sekolah mutlak diandalkan
dari dana APBN dan APBD da;am bentuk BOS.
Sejauh
pengetahuan penulis, sejak adanya dana BOS, praktis segala pendanaan sekolah
ditanggung oleh dana tersebut. Hal ini dilakukan oleh sebagian besar kepala
sekolah yang pernah menjabat di sana. Dan kebijakan ini jelas dilakukan karena
penafsiran terhadap peraturan yang berbunyi ; “Sekolah dilarang melakukan
pungutan” serta pernyataan “ Sekolah
bebas pungutan” yang wajib dipasang di lingkungan sekolah sekali gus menjadi
ancaman.
Disamping
itu kondisi ekonomi masyarakat dan wali
murid yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan menjadikan setiap
kepala sekolah harus berpikir ulang ketika hendak melakukan penggalangan dana
semacam itu di sana.
Maka
wajar, ketika hal tersebut berimbas terhadap kemajuan dan perkembangan sekolah
yang demikian lambat terutama dalam hal pengembangan fisik dan lingkungan
sekolah jika dibandingkan dengan sekolah yang berada di kota.
Hal
demikian terus berlangsung dan menimbulkan beberapa efek yang kurang
menguntungkan bagi pihak sekolah. Pertama sekolah mendapatkan nilai negatif dalam hal peran
serta masyarakat pada saat dilakukannya
penilaian akreditasi sekolah. Hal itu dapat dibuktikan dengan perolehan nilai
di sektor peran serta masyarakat dalam hal pendanaan sekolah yang merosot
dibanding dengan saat sebelum sekolah tersebut mendapatkan dana Bantuan
Opererasional Sekolah (BOS) beberapa tahun yang lalu.
Ke dua, mengurangi kesadaran masyarakat dalam
hal ikut bertanggung jawab terhadap sekolah. Masyarakat merasa kurang memilki kepedulian
terhadap sekolah sebagai bagian dari kehidupan terutama bagi anak-anak mereka
dalam hal memperoleh pendidikan yang layak.
Dampak
ke tiga adalah menumbuhkan karakter negatif yakni mereka selalu berharap
bantuan dari pihak lain tanpa mau berusaha untuk mandiri. Dengan adanya bantuan
tersebut seolah mereka memiki hak penuh untuk melakukan sekehendak hati.
Maknanya mereka justru merasa tak dirugikan ketika anak-anak mereka tidak
bersemangat dalam belajar atau bersekolah. Mereka kurang memberikan motivasi
terhadap anak-anak sehingga banyak terjadi drop out yang tidak disesali akibat
mereka tidak merasa membayar langsung terhadap biaya sekolah anak-anak mereka.
Dan
ke empat, yang merupakan efek paling
jelas yakni terhambatnya perkembangan sekolah. Sekolah menjadi biasa- biasa
saja akibat dana yang terbatas dan penggunaannya yang dibatasi pula oleh
berbagai peraturan yang seringkali berbeda dengan kebutuhan riil di sekolah
tersebut.
Dengan
melihat kenyataan itu maka perlu adanya solusi yang dapat mengubah hal yang
bersifat negatif itu. Hanya saja solusi ini harus benar-benar cermat dan tepat
yang tidak menimbulkan masalah di masyarakat dan bergejolak hingga memaksa pihak
sekolah mengalami nasib tak menguntungkan semacam masuk ke ranah hukum.
Diperlukan
kebijakan dan strategi untuk menggalang dana dengan tidak merugikan dan membebani
wali murid terutama mereka yang termasuk keluarga kurang mampu. Adapun langkah
pertama yang diambil kepala sekolah adalah menanamkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya sekolah dan menanamkan konsep sekolah adalah milik masyarakat. Ini sangat
penting agar dapat menjadi dasar untuk menentukan langkah berikutnya.
Penanaman kesadaran itu dilakukan dengan cara
pertemuan wali murid, pertemuan paguyuban wali murid, kunjungan ke wali murid,
dan sejenisnya. Tidak lupa menggandeng Komite Sekolah sebagai mitra sekolah dan
mitra masyarakat untuk melakukan semua itu.
Sekolah
harus mempu meyakinkan mereka dengan bahasa yang tepat dan mengena sasaran. Hal
itu sangat penting mengingat masyarakat di sana merupakan masyarakat kelompok
bawah yang cukup sulit ketika diajak berkomunikasi dengan bahasa yang terlalu
rumit. Oleh karena itu penggunaan komunikasi yang sederhana justru diharapkan membuahkan
hasil baik.
Mereka diajak untuk ikut memikirkan tentang
kemajuan sekolah melalui berbagai kegiatan sekolah dalam setiap kesempatan.
Pihak sekolah tidak memaksakan suatu program tertentu yang sudah dipersiapkannya
karena belum tentu mereka dapat menerimanya. Namun ketika mereka diberi
kesempatan menentukan kebijakan, mereka merasa dimanusiakan oleh pihak sekolah
sehingga apa yang dikerjakan sekolah
mendapat restu dan dukungan mereka. Dengan kesadaran semacam itu
ternyata mekan mudah mereka dibawa untuk maju karena mereka merasa memilki
sekolah.
Langkah
berikutnya sekolah melakukan penawaran program kegiatan dan menawarkan solusi
pendanaannya sekali gus. Jika selama ini
masyarakat di sana telah terninabobokan oleh pemerintah dalam pendanaan sekolah
putra-putri mereka, maka secara halus sekolah mencoba membangunkan mereka dari
peraduannya. Sekolah mencoba sedikit demi sedikit menggalang dana yang
sekiranya tidak terlalu memberatkan
mereka.
Sebagai
contoh yang dilakukan di sana, sekolah memilki program pembuatan taman sekolah,
papan nama, dan perbaikan talud serta tembok keliling yang cukup memerlukan
banyak dana. Dilemanya sekolah tidak bisa melakukan itu jika hanya mengandalkan
dana Bantuan Operasional Sekolah saja. Maka yang dilakukan sekolah yakni membuat
terobosan dan strategi menggalang dana untuk mewujudkan program itu. Strategi itu
tentu dipilih yang tidak mengagetkan dan membebani masyarakat yang dapat
mengakibatkan gejolak dan menyebakan campur tangan pihak lain yang hanya
membuat kekisruhan saja.
Sebagai
contoh kecil, anak dimintai untuk menyumbangkan satu butir batu, atau seember
pasir sebagai bentuk peran serta mereka sebagai warga sekolah yang sama-sama
ingin maju. Sebagai prediksi awal, sekolah melakukan penghitungan. Taruhlah
jika di sana terdapat 150 siswa, dan 90% dari mereka memenuhi tugasnya maka diprediksi
akan terkumpul sejumlah 135 butir batu dengan ukuran minimal. Dan jika harga
batu setempat diprediksikan seribu rupiah per butir maka akan terkumpul dana
sejumlah minimal seratus tigapuluh lima ribu rupiah.
Jika
kegiatan itu dilakukan seminggu sekali maka dalam satu bulan akan terkumpul
pula sejumlah delapan ratus sepuluh ribu rupiah. Sebuah jumlah angka yang cukup
tinggi bagi masyarakat pedesaan. Ini membuat beban sekolah dalam merencanakan
program pembuatan taman dan nama sekolah menjadi lebih ringan dalam
pendanaannya.
Ini sangat
memungkinkan dilakukan anak atau orang tua semiskin apapun karena sebutir batu
dapat diambil dari mana saja. Dari sungai terdekat, dari pekarangan atau dari
mana saja karena sekolah tersebut kebetulan berada di kaki gunung yang
merupakan sumber bebatuan dan memudahkan masyarakat di sana menemukan berbagai
macam batuan.
Kegiatan
semacam itu cukup aman karena tidak melanggar ketentuan dan tidak memberatkan
masyarakat atau wali murid. Wali murid
tidak merasa mendapat kewajiban membayar iuran namun sesungguhnya mereka telah
menyumbangkan uang. Strategi semacam itu cukup halus dan tidak menyebabkan gejolak
dan melanggar peraturan karena sekolah tetap tidak bisa dituduh telah melakukan pungutan.
Untuk
masalah lain semacam penyediaan pot, tanaman, pupuk, dan kebutuhan lain juga
bisa dilakukan dengan strategi serupa. Yang penting mereka tidak dibebani dana
dan sekolah tidak membuat aturan pungutan
atau iuran untuk sebuah kegiatan.
Untuk
rencana itu sekolah membagi anak- anak di kelas ke dalam beberapa kelompok.
Setiap kelompok akan diberi tugas untuk memelihara tanaman dalam sebuah pot. Guna
menunjang program tersebut sekolah menugasi mereka untuk mengadakan program
semacam tabulapot beserta tanamannya. Tentu saja dalam hal ini sekolah atau
guru memberikan berbagai petunjuk dan ketentuan tentang bentuk pot dan jenis
tanaman agar hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan sekolah.
Kegiatan
ini bisa diintegrasikan ke dalam mata pelajaran tertentu yang terkait dan
tentu perlu diberi reward berupa nilai
proyek atau sejenisnya agar mereka termotivasi dan lebih bersemangat. Bahkan
bila perlu hal semacam itu dilombakan antar kelompok agar mereka memiliki
motivasi yang lebih besar lagi.
Kegiatan
semacam itu di satu sisi akan memberikan pengalaman terhadap anak-anak. Mereka
akan mendapatkan pembelajaran tentang tanggung jawab, kekompakan, dan sekaligus
pengetahuan pertanian dan cinta lingkungan yang dapat mendukung pembentukan
karakter mereka sebagai manusia dewasa kelak. Di sisi lain sekolah juga diuntungkan dengan keringanan pendanaan
penyediaan tanaman dan pot untuk taman.
Dalam hal ini sekolah melalui guru wali kelas
atau guru yang ditunjuk sebagai penanggung jawab dapat membimbing dan mengarahkan
sedemikian rupa agar apa yang dilakukan siswa sesuai dengan apa yang menjadi
program sekolah.
Kegiatan
semacam itu sedikit demi sedikit sedang diterapkan di SDN Sunyalangu Kecamatan
Karanglewas. Sebagian apa yang dibahas
di atas telah terwujud nyata dan dapat dijadikan reverensi terhadap semua
program sekolah tahun-tahun mendatang.
Apa
yang dilakukan sekolah ternyata tidak mendapatkan respon negatif dari para
orang tua murid. Justru mereka mendukung kegiatan tersebut dengan penuh
antusias. Beberapa orang tua yang dimintai komentar dan tanggapannya secara
terbuka dan dalam situasi yang tidak resmi, memberikan apresiasi dan tidak
merasa keberatan untuk menyumbangkan sebutir batu. Bahkan beberapa orang tua
turut serta membantu anaknya mengantarkan beberapa buah batu ke sekolahnya
dengan suka rela. Ini menunjukkan bahwa peran serta masyarakat sebenarnya tetap
dapat dilakukan dalam bentuk lain yang tidak bertentangan dengan peraturan
pemerintah untuk tidak melakukan pungutan kepada orang tua siswa.
Dengan
demikian kunci dari keberhasilan program peran serta pendanaan masyarakat
terhadap sekolah adalah adanya inovasi
sekolah. Sekolah harus mampu berinovasi untuk melakukan hal semacam itu. Butuh
kreatifitas kepala sekolah dan guru dalam merancang penggalangan dana
masyarakat tanpa merugikan dan memberatkan mereka.
Jadi
tidak ada alasan takut menggalang dana karena penggalangan dana memang
disarankan di satu sisi. Hanya saja metode, strategi dan tekhniknya jangan
sampai membuat mereka menjadi keberatan, bersifat memaksa dan atau mewajibkan
dalam bentuk yang memang melanggar
aturan. Karena hal itu akan menjadikan gejolak dan menimbulkan masalah baru
bagi sekolah.
Komunikasi
harus terus dijalin agar tidak terjadi miskomunikasi yang merugikan pihak
manapun. Membangun kerja sama antar sekolah dengan komite, sekolah dengan
masyarakat, dan komite dengan masyarakat tampaknya harus terus dilakukan demi
suksesnya program sekolah. Jadi tidak ada alasan sekolah tidak mampu menggalang
dana masyarakat dengan munculnya peraturan sebagaimana tertulis “Sekolah tidak boleh memungut biaya” atau “Sekolah bebas pungutan”.
Sepanjang
sekolah tidak pernah membuat kebijakan tentang pungutan dalam bentuk iuran yang
ditentukan jumlah dan waktunya maka sekolah tidak akan dicap sebagai sekolah
non bebas pungutan. Menafsirkan makna peraturan tersebutsecara tepat juga
sangat perlu agar sekolah tidak terjebak oleh kebijakan sendiri yang dapat
menjadikan persoalan@
Riyadi
Pendidik
di SD Negeri I Kediri UPK Karanglewas.
Tinggal
di jln Buntu Pasirmuncang RT05/04 Purwokerto Barat.
*Dimuat Majalah INFO Education
Tidak ada komentar:
Posting Komentar