Jumat, 21 Oktober 2016

REVITALISASI FUNGSI KEGIATAN PRAMUKA


Dalam peringatan ke-53 Gerakan Pramuka setahun yang lalu, Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Adhyaksa Dault, menegaskan tentang betapa pentingnya Gerakan Pramuka dalam membangun generasi muda Indonesia. Kita semua tentu menyepakati pernyataan dan keinginan Ketua Kwarnas itu. Kita juga mengakui bahwa selama ini cukup besar peran Gerakan Pramuka dalam membentuk karakter bangsa. Oleh karena itu kita sangat setuju ketika Presiden Susilo Bambang Yudoyono di tahun 2006 mencanangkan kembali Revitalisasi Gerakan Pramuka.
Tidak hanya itu saja, selama kurun waktu satu dasa warsa bahkan ada dua momen penting lain yang terjadi dan berkaitan dengan Gerakan Pramuka itu, yakni terbitnya Undang-Undang Nomor 12  tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka yang memperkuat legalitas Gerakan Pramuka di negeri ini, serta dimasukannya Gerakan Pramuka dalam kurikulum 2013 sebagai ekstrakurikuler wajib.
Kita cukup menaruh harapan besar dan gembira terhadap Gerakan Pramuka yang selama ini telah diakui memiliki andil besar dalam mendidik generasi bangsa. Generasi muda harus mampu menghadapi masalah sosial dan kebangsaan yang tengah melanda bangsa kita.
 Hanya saja perlu direnungkankan kembali, masih sejalankah kegiatan Pramuka di era sekarang dengan tujuan dan fungsinya? Jika kurang mengena terhadap fungsi dan  tujuannya barangkali perlu dikaji kembali atau bahkan mungkin direvitalisasi dalam kegiatannya. Mengapa demikian? Karena jika dicermati, terdapat perbedaan antara kegiatan Pramuka pada era dahulu dengan sekarang? Dalam hal materi memang  tidaklah berbeda, namun dalam hal pencapaian sasaran tujuan harus diakui telah terjadi perbedaan.
Sebagai gambaran, barangkali kita masih ingat pengalaman saat kita  masih menjadi anggota Pramuka di sekolah dahulu. Betapa mendapatkan pengalaman berharga yang tak terlupakan dan mungkin secara tidak sadar telah membentuk karakter kita.  Kegiatan –kegiatan di dalam Pramuka pada saat itu benar-benar sangat bermakna bagi pembentukan karakter. Sebut saja sebagai contoh saat kita mengikuti kegiatan kemah dan sejenisnya.
Ada banyak perbedaan yang signifikan di dalam kegiatan tersebut jika diperbandingkan antara era sekarang dengan dahulu. Dalam kegiatan perkemahan misalnya, selain harus mengikuti berbagai jenis lomba, para peserta juga memilki tanggung  jawab lain yang berfungsi membentuk karakter.
Para anggota Pramuka dalam kegiatan tersebut dituntut harus benar-benar mandiri. Mereka harus memasak sendiri seadanya, harus mendirikan tenda, mencari air untuk memasak, melakukan ronda malam, menjaga kebersihan lingkungan, dan kegiatan lainnya. Itu semua adalah tugas dan masalah yang harus dihadapi ketika mereka melakukan perkemahan.
Yang cukup berbeda dengan kenyataan yang ada sekarang, tidak sedikit kegiatan kepramukaan yang justru lebih banyak melibatkan para pendamping atau pembina. Keterlibatan pembina lebih dominan menjadi pelaku ketimbang menjadi pendamping dan pembina. Dalam kegiatan kemah di era sekarang misalnya, para peserta hanya bertugas untuk mengikuti kegiatan lomba semata. Itu pun tidak murni atau sepenuhnya dilakukan anak karena banyak pembina yang berambisi untuk menjadi juara kemudian mengambil alih sebagian kegiatan lomba yang semestinya harus dilakukan peserta.
Untuk urusan makan, mereka tinggal memilih menu sejak pagi hingga malam. Bahkan menu mereka pun tak jarang yang didatangkan dari rumah makan. Urusan tidur mereka sudah disediakan tempat tenda yang bagus, bahkan ada pula yang disewakan rumah di dekat lokasi perkemahan. Urusan mandi dan cuci mereka sudah disediakan air bersih dan kamar mandi. Semua guru dan pendamping akhirnya terlibat dalam urusan pemenuhan kebutuhan anak-anak. Itu semua adalah contoh-contoh perbedaan yang signifikan antara kegiatan pramuka era dahulu dan sekarang.
 Maka jika kemudian ada pertanyaan tepatkah mereka  dalam mendampingi anak-anak  dengan cara yang demikian, dan bagaimana semestinya tugas pembina  dalam mendampingi anak-anak? Tentu kita harus merenung sejenak.
Anak-anak tidak akan menikmati makna dari sebuah kegiatan perkemahan ketika semua fasilitas disediakan, bahkan secara VIP. Anak tidak akan menemukan arti penting dari sebuah pembentukan karakter. Dengan menu makan dari rumah makan, anak tidak akan pernah mengalami makan nasi mengkal. Dengan penyediaan fasilitas mandi dan cuci, mereka tidak pernah akan mengalami betapa nikmatnya air sungai. Dengan penyediaan tenda yang bagus atau bahkan disewakan tempat khusus, mereka tak akan merasakan seperti apa tidur di atas rumput di tengah perkemahan dengan hawa yang dingin. Akhirnya karakter mereka pun tak akan terbentuk sebagaimana yang diharapkan.

Pembina pendamping mestinya memiliki peran mendampingi dalam arti yang sebenar-benarnya. Mereka berfungsi mengawasi keselamatan, menjadi pembimbing dalam hal anak mengalami kesulitan yang mereka benar-benar tak mampu mengatasinya, serta mengarahkan kepada masalah pembentukan karakter yang sejati. Bukan mengambil alih tugas dan kegiatan anak apalagi melakukan kecurangan. Membiarkan anak-anak menghadapi dan memecahkan sendiri terhadap permasalahan baik secara individu maupun kelompoknya adalah sikap yang sangat bijak. Sebab dengan begitu mereka akan  mendapatkan pengalaman hidup dengan beragam persoalan yang harus mereka pecahkan.

(Dimuat Suara Merdeka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar