Dalam
peringatan ke-53 Gerakan Pramuka setahun yang lalu, Ketua Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka, Adhyaksa Dault, menegaskan tentang
betapa pentingnya Gerakan Pramuka dalam membangun generasi muda Indonesia. Kita
semua tentu menyepakati pernyataan dan keinginan Ketua Kwarnas itu. Kita juga
mengakui bahwa selama ini cukup besar peran Gerakan Pramuka dalam membentuk
karakter bangsa. Oleh karena itu kita sangat setuju ketika Presiden Susilo
Bambang Yudoyono di tahun 2006 mencanangkan kembali Revitalisasi Gerakan Pramuka.
Tidak
hanya itu saja, selama kurun waktu satu dasa warsa bahkan ada dua momen penting
lain yang terjadi dan berkaitan dengan Gerakan Pramuka itu, yakni terbitnya
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2010
tentang Gerakan Pramuka yang memperkuat legalitas Gerakan Pramuka di negeri
ini, serta dimasukannya Gerakan Pramuka dalam kurikulum 2013 sebagai
ekstrakurikuler wajib.
Kita
cukup menaruh harapan besar dan gembira terhadap Gerakan Pramuka yang selama
ini telah diakui memiliki andil besar dalam mendidik generasi bangsa. Generasi
muda harus mampu menghadapi masalah sosial dan kebangsaan yang tengah melanda
bangsa kita.
Hanya
saja perlu direnungkankan kembali, masih sejalankah kegiatan Pramuka di era
sekarang dengan tujuan dan fungsinya? Jika kurang mengena terhadap fungsi
dan tujuannya barangkali perlu dikaji
kembali atau bahkan mungkin direvitalisasi dalam kegiatannya. Mengapa demikian?
Karena jika dicermati, terdapat perbedaan antara kegiatan Pramuka pada era
dahulu dengan sekarang? Dalam hal materi memang tidaklah berbeda, namun dalam hal pencapaian
sasaran tujuan harus diakui telah terjadi perbedaan.
Sebagai gambaran, barangkali kita masih ingat
pengalaman saat kita masih menjadi
anggota Pramuka di sekolah dahulu. Betapa mendapatkan pengalaman berharga yang
tak terlupakan dan mungkin secara tidak sadar telah membentuk karakter kita. Kegiatan –kegiatan di dalam Pramuka pada saat itu
benar-benar sangat bermakna bagi pembentukan karakter. Sebut saja sebagai
contoh saat kita mengikuti kegiatan kemah
dan sejenisnya.
Ada
banyak perbedaan yang signifikan di dalam kegiatan tersebut jika
diperbandingkan antara era sekarang dengan dahulu. Dalam kegiatan perkemahan
misalnya, selain harus mengikuti berbagai jenis lomba, para peserta juga
memilki tanggung jawab lain yang
berfungsi membentuk karakter.
Para
anggota Pramuka dalam kegiatan tersebut dituntut harus benar-benar mandiri.
Mereka harus memasak sendiri seadanya, harus mendirikan tenda, mencari air
untuk memasak, melakukan ronda malam, menjaga kebersihan lingkungan, dan
kegiatan lainnya. Itu semua adalah tugas dan masalah yang harus dihadapi ketika
mereka melakukan perkemahan.
Yang
cukup berbeda dengan kenyataan yang ada sekarang, tidak sedikit kegiatan
kepramukaan yang justru lebih banyak melibatkan para pendamping atau pembina.
Keterlibatan pembina lebih dominan menjadi pelaku ketimbang menjadi pendamping
dan pembina. Dalam kegiatan kemah di era sekarang misalnya, para peserta hanya
bertugas untuk mengikuti kegiatan lomba semata. Itu pun tidak murni atau
sepenuhnya dilakukan anak karena banyak pembina yang berambisi untuk menjadi
juara kemudian mengambil alih sebagian kegiatan lomba yang semestinya harus
dilakukan peserta.
Untuk
urusan makan, mereka tinggal memilih menu sejak pagi hingga malam. Bahkan menu
mereka pun tak jarang yang didatangkan dari rumah makan. Urusan tidur mereka
sudah disediakan tempat tenda yang bagus, bahkan ada pula yang disewakan rumah
di dekat lokasi perkemahan. Urusan mandi dan cuci mereka sudah disediakan air
bersih dan kamar mandi. Semua guru dan pendamping akhirnya terlibat dalam
urusan pemenuhan kebutuhan anak-anak. Itu semua adalah contoh-contoh perbedaan
yang signifikan antara kegiatan pramuka era dahulu dan sekarang.
Maka jika kemudian ada pertanyaan tepatkah
mereka dalam mendampingi anak-anak dengan cara yang demikian, dan bagaimana
semestinya tugas pembina dalam
mendampingi anak-anak? Tentu kita harus merenung sejenak.
Anak-anak
tidak akan menikmati makna dari sebuah kegiatan perkemahan ketika semua
fasilitas disediakan, bahkan secara VIP. Anak tidak akan menemukan arti penting
dari sebuah pembentukan karakter. Dengan menu makan dari rumah makan, anak
tidak akan pernah mengalami makan nasi mengkal. Dengan penyediaan fasilitas
mandi dan cuci, mereka tidak pernah akan mengalami betapa nikmatnya air sungai.
Dengan penyediaan tenda yang bagus atau bahkan disewakan tempat khusus, mereka
tak akan merasakan seperti apa tidur di atas rumput di tengah perkemahan dengan
hawa yang dingin. Akhirnya karakter mereka pun tak akan terbentuk sebagaimana
yang diharapkan.
Pembina
pendamping mestinya memiliki peran mendampingi dalam arti yang
sebenar-benarnya. Mereka berfungsi mengawasi keselamatan, menjadi pembimbing
dalam hal anak mengalami kesulitan yang mereka benar-benar tak mampu
mengatasinya, serta mengarahkan kepada masalah pembentukan karakter yang
sejati. Bukan mengambil alih tugas dan kegiatan anak apalagi melakukan
kecurangan. Membiarkan anak-anak menghadapi dan memecahkan sendiri terhadap
permasalahan baik secara individu maupun kelompoknya adalah sikap yang sangat
bijak. Sebab dengan begitu mereka akan
mendapatkan pengalaman hidup dengan beragam persoalan yang harus mereka
pecahkan.
(Dimuat Suara Merdeka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar