Oleh
: Riyadi
Akhir-akhir
ini banyak sekali para penulis pemula mulai mencoba berkarya dan mengirimkannya
ke beberapa media. Sebagian besar bahkan didominasi oleh para guru yang mencoba
mengadu keberuntungannya agar tulisannya dimuat di media. Hal ini seiring
dengan adanya tuntutan kewajiban guru untuk melakukan publikasi ilmiah sebagai
sarat usulan kenaikan tingkat sebagaimana tertera di PermenPan nomor 16 tahun
2009.
Namun
realitasnya, begitu susahnya para penulis pemula khususnya para guru untuk
mewujudkan hal itu. Menulis di surat kabar, majalah, tabloit, jurnal ataupun media
lainnya tidak semudah seperti apa yang dituntut oleh peraturan tersebut. Untuk
menembuskan satu tulisan saja ke suatu media seorang penulis (khususnya penulis
pemula) butuh waktu dan perjuangan yang begitu panjang. Jadi jika sampai kita
bisa tembus, tulisan kita dapat dimuat, hal itu merupakan satu kelebihan atau
hal yang sangat luar biasa.
Mengapa
tulisan kita sangat susah untuk tembus ke media? Banyak hal yang menjadi
penyebab tulisan kita tidak termuat oleh media. Pertama, media yang tepat untuk
mengakomodasi tulisan guru terbilang cukup sedikit atau terbatas jumlahnya.
Meskipun di negeri ini, media cetak
terbilang cukup banyak jumlahnya, namun tidak semua media yang ada menyediakan ruangan khusus bagi para
penulis pemula dari kalangan guru. Rubrik khusus untuk tulisan guru yang
mengupas masalah seputar pendidikan atau pembelajaran tidak tersedia di setiap
media.
Ke
dua, apapun bentuknya setiap media yang sudah beredar akan menjaga kualitas
setiap tulisan yang dimuatnya. Meski media selalu berharap mendapat kiriman
naskah sebanyak-banyaknya dari para pembaca, namun bukan berarti setiap naskah
yang masuk kemudian dijamin akan dimuat. Mereka akan menyeleksi ketat terhadap
naskah yang masuk baik isi maupun bentuknya. Itu dilakukan demi menjamin
kualitas media itu sendiri. Padahal jujur saja untuk naskah penulis pemula
umumnya masih banyak kekurangannya sehingga kurang berkualitas.
Ke
tiga, banyaknya penulis baik pemula atau mereka yang sudah memiliki nama mencoba mempertaruhkan keberuntungannya. Dengan demikian
bagaimanapun kualitasnya, mereka sudah menambah rival atau persaingan
tersendiri. Meski terkadang tulisan penulis pemula tidak kalah kualitasnya
dengan para penulis seniornya, namun bagaimanapun mereka sudah memiliki nama
dan kontiunitas dalam berkarya sehingga redaksi sering memiliki kecenderungan
untuk memprioritaskan penulis senior.
Ke
empat, banyak penulis pemula yang berkarya asal-asalan dan asal-asalan juga mengirimkannya ke media. Artinya mereka tidak
memahami tulisannya sendiri serta tidak memahami karakter media yang
dikiriminya itu. Mungkin saja terjadi tulisannya bagus dan berkualitas namun tidak
sesuai dengan karakter dan misi media
yang dikiriminya sehingga tulisan yang bagus itu pun akan terlempar dan tidak
dapat dimuatnya.
Oleh
karena itu para penulis pemula, khususnya para guru yang kini tengah dipaksa
untuk menulis dan memublikasikannya di media perlu sekali menyikapi dan
mempelajari bagaimana caranya agar tulisan yang dikirimkannya ke media dapat
terpublikasikan dan terbaca oleh para pembaca.
Mengantisipasi
penyebab pertama yakni sedikitnya jumlah media yang menampung tulisan guru, mestinya para guru perlu
membuat wadah sendiri dalam bentuk media
yang nantinya berfungsi untuk mendokumentasikan dan mewadahi tulisan mereka
sendiri. Bukan berarti setiap kelompok guru harus membuat majalah, surat kabar,
tabloit, ataupun jurnal sendiri. Namun yang dimaksud di sini, hendaknya guru
mulai mencoba mendokumentasikan dan memublikasikan karya-karya sederhananya
dalam wadah sederhana juga. Misal, mereka memulai membuat majalah dinding
atau semacam bulletin sekolah dan
mengisinya dengan tulisan apa saja dari para guru. Ini sangat berfungsi sebagai
pemanasan sebelum mereka melangkah mengirim ke media yang sudah terkenal.
Dengan majalah dinding ataupun buletin sekolah, mereka akan dapat mengaturnya
sendiri tanpa ada aturan yang begitu ketat sebagaimana di media yang sudah bonavit.
Meski
kualitas tulisan mereka belumlah sehebat para penulis senior, namun fungsi untuk
menanamkan kepercayaan diri di sini akan dapat terwujud. Menulis sendiri dan
kemudian memuatnya sendiri menjadi otoritas mereka mengingat merekalah yang
mengelola sebagai redakturnya. Jika ini sudah dapat berjalan, maka yakin bahwa tanpa disadari sesungguhnya
mereka sedang berproses menulis menuju hasil yang lebih berkualitas.
Hal
ke dua, para penulis pemula hendaknya mau terus belajar dan berproses tanpa
henti dan tanpa putus asa agar hasil tulisannya akan lebih berkualitas.
Dibutuhkan kesabaran untuk menjadi penulis yang baik. Karena menulis bukanlah
terkait dengan bakat melainkan proses. Tidak ada seorang pun yang tiba-tiba
hebat menulis. Yang ada adalah mereka
menjadi penulis setelah sekian lama belajar dan berlatih berkarya nyata.
Tidak sedikit orang yang menyerah dan kemudian berhenti menulis ketika tulisan
yang dikirimkannya ke media tidak dapat termuat juga. Mereka tidak pernah memikirkan
bagaimana perjuangan para penulis yang tulisannya sempat dimuat di media. Menjadi
kesalahan besar jika mereka cuma berpikir instan dan berharap tulisannya akan
segera dimuat media.
Memperkecil
pesaing atau rival menulis tidaklah mungkin bisa dilakukan. Apalagi sejalan
dengan perkembangan tuntutan. Jika dahulu beberapa rubrik di media kadang
sangat kekurangan naskah, namun pada masa sekarang justru membludak. Media
rata-rata mengalami surplus naskah sehingga mereka akan menyeleksi tulisan yang
memenuhi standar kualitas agar reputasinya tetap terjamin. Maka satu-satunya
hal yang harus dilakukan para penulis adalah terus mengasah diri untuk
meningkatkan kualitas tulisannya. Bersaing dengan diri sendiri akan lebih bijak
dari pada berniat untuk mengalahkan orang lain.
Ke
empat, bagi para penulis pemula perlu memahami karakter tulisan sendiri agar tidak salah alamat. Bagaimana bentuk
dan isi tulisannya, bagaimana stile tulisannya, itu perlu dipahami oleh si
empunya. Jika mereka sudah bisa memahami diri, kemudian mereka wajib memahami
karakter setiap media.
Setiap
media memiliki karakter yang berbeda dengan media lainnya. Sihingga sebagus
apapun tulisan mereka jika tidak sesaui dengan karakter media tersebut, maka
cukup kecil kemungkinannya untuk dimuat di sana.
Berbeda jika mereka telah memahami karakter
suatu media, maka mereka akan tepat sasaran dan sangat efektif ketika
mengirimkan tulisan mereka karena dapat mengikuti iramanya. Dengan demikian
kemungkinan tulisan mereka akan dimuat, cukup besar.
Hal-hal
di atas perlu dipahami oleh siapapun utamanya para penulis pemula agar tulisan
mereka dapat dipertimbangkan kemudian dapat dimuat oleh suatu media. Hal yang
terpenting adalah mereka tidak boleh menyerah terhadap masalah. Berprinsiplah
bahwa setiap mengirimkan naskah harus dianggap sebagai gurauan saja. Jika
dimuat bersyukurlah, jika tidak dimuat maka anggaplah itu angin lalu. Tidak usah banyak
berharap terhadap pemuatan tulisan kita. Tapi janganlah berhenti untuk
memperbaiki tulisan tersebut.
Jika
hari ini tak bisa dimuat, masih ada esok dan lusa. Jika sekali dua kali tidak
termuat, masih ada kesempatan ke tiga, ke empat, dan ke seratus kali. Yang
penting pula jangan kita mengirim naskah untuk yang pertama sekaligus untuk terakhir kali@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar