Jumat, 28 Oktober 2016

RAHASIA MENULIS DI MEDIA

                                                   
Oleh : Riyadi
Akhir-akhir ini banyak sekali para penulis pemula mulai mencoba berkarya dan mengirimkannya ke beberapa media. Sebagian besar bahkan didominasi oleh para guru yang mencoba mengadu keberuntungannya agar tulisannya dimuat di media. Hal ini seiring dengan adanya tuntutan kewajiban guru untuk melakukan publikasi ilmiah sebagai sarat usulan kenaikan tingkat sebagaimana tertera di PermenPan nomor 16 tahun 2009.
Namun realitasnya, begitu susahnya para penulis pemula khususnya para guru untuk mewujudkan hal itu. Menulis di surat kabar, majalah, tabloit, jurnal ataupun media lainnya tidak semudah seperti apa yang dituntut oleh peraturan tersebut. Untuk menembuskan satu tulisan saja ke suatu media seorang penulis (khususnya penulis pemula) butuh waktu dan perjuangan yang begitu panjang. Jadi jika sampai kita bisa tembus, tulisan kita dapat dimuat, hal itu merupakan satu kelebihan atau hal yang sangat luar biasa.
Mengapa tulisan kita sangat susah untuk tembus ke media? Banyak hal yang menjadi penyebab tulisan kita tidak termuat oleh media. Pertama, media yang tepat untuk mengakomodasi tulisan guru terbilang cukup sedikit atau terbatas jumlahnya. Meskipun  di negeri ini, media cetak terbilang cukup banyak jumlahnya, namun tidak semua media  yang ada menyediakan ruangan khusus bagi para penulis pemula dari kalangan guru. Rubrik khusus untuk tulisan guru yang mengupas masalah seputar pendidikan atau pembelajaran tidak tersedia di setiap media.
Ke dua, apapun bentuknya setiap media yang sudah beredar akan menjaga kualitas setiap tulisan yang dimuatnya. Meski media selalu berharap mendapat kiriman naskah sebanyak-banyaknya dari para pembaca, namun bukan berarti setiap naskah yang masuk kemudian dijamin akan dimuat. Mereka akan menyeleksi ketat terhadap naskah yang masuk baik isi maupun bentuknya. Itu dilakukan demi menjamin kualitas media itu sendiri. Padahal jujur saja untuk naskah penulis pemula umumnya masih banyak kekurangannya sehingga kurang berkualitas.
Ke tiga, banyaknya penulis baik pemula atau mereka yang sudah  memiliki nama mencoba mempertaruhkan  keberuntungannya. Dengan demikian bagaimanapun kualitasnya, mereka sudah menambah rival atau persaingan tersendiri. Meski terkadang tulisan penulis pemula tidak kalah kualitasnya dengan para penulis seniornya, namun bagaimanapun mereka sudah memiliki nama dan kontiunitas dalam berkarya sehingga redaksi sering memiliki kecenderungan untuk memprioritaskan penulis senior.
Ke empat, banyak penulis pemula yang berkarya asal-asalan dan asal-asalan juga  mengirimkannya ke media. Artinya mereka tidak memahami tulisannya sendiri serta tidak memahami karakter media yang dikiriminya itu. Mungkin saja terjadi tulisannya bagus dan berkualitas namun tidak sesuai dengan karakter dan  misi media yang dikiriminya sehingga tulisan yang bagus itu pun akan terlempar dan tidak dapat dimuatnya.
Oleh karena itu para penulis pemula, khususnya para guru yang kini tengah dipaksa untuk menulis dan memublikasikannya di media perlu sekali menyikapi dan mempelajari bagaimana caranya agar tulisan yang dikirimkannya ke media dapat terpublikasikan dan terbaca oleh para pembaca.
Mengantisipasi penyebab pertama yakni sedikitnya jumlah media yang menampung  tulisan guru, mestinya para guru perlu membuat wadah sendiri  dalam bentuk media yang nantinya berfungsi untuk mendokumentasikan dan mewadahi tulisan mereka sendiri. Bukan berarti setiap kelompok guru harus membuat majalah, surat kabar, tabloit, ataupun jurnal sendiri. Namun yang dimaksud di sini, hendaknya guru mulai mencoba mendokumentasikan dan memublikasikan karya-karya sederhananya dalam wadah sederhana juga. Misal, mereka memulai membuat majalah dinding atau  semacam bulletin sekolah dan mengisinya dengan tulisan apa saja dari para guru. Ini sangat berfungsi sebagai pemanasan sebelum mereka melangkah mengirim ke media yang sudah terkenal. Dengan majalah dinding ataupun buletin sekolah, mereka akan dapat mengaturnya sendiri tanpa ada aturan yang begitu ketat sebagaimana di media yang sudah bonavit.
Meski kualitas tulisan mereka belumlah sehebat  para penulis senior, namun fungsi untuk menanamkan kepercayaan diri di sini akan dapat terwujud. Menulis sendiri dan kemudian memuatnya sendiri menjadi otoritas mereka mengingat merekalah yang mengelola sebagai redakturnya. Jika ini sudah dapat berjalan,  maka yakin bahwa tanpa disadari sesungguhnya mereka sedang berproses menulis menuju hasil yang lebih berkualitas.
Hal ke dua, para penulis pemula hendaknya mau terus belajar dan berproses tanpa henti dan tanpa putus asa agar hasil tulisannya akan lebih berkualitas. Dibutuhkan kesabaran untuk menjadi penulis yang baik. Karena menulis bukanlah terkait dengan bakat melainkan proses. Tidak ada seorang pun yang tiba-tiba hebat menulis. Yang ada adalah mereka  menjadi penulis setelah sekian lama belajar dan berlatih berkarya nyata. Tidak sedikit orang yang menyerah dan kemudian berhenti menulis ketika tulisan yang dikirimkannya ke media tidak dapat termuat juga. Mereka tidak pernah memikirkan bagaimana perjuangan para penulis yang tulisannya sempat dimuat di media. Menjadi kesalahan besar jika mereka cuma berpikir instan dan berharap tulisannya akan segera dimuat media.
Memperkecil pesaing atau rival menulis tidaklah mungkin bisa dilakukan. Apalagi sejalan dengan perkembangan tuntutan. Jika dahulu beberapa rubrik di media kadang sangat kekurangan naskah, namun pada masa sekarang justru membludak. Media rata-rata mengalami surplus naskah sehingga mereka akan menyeleksi tulisan yang memenuhi standar kualitas agar reputasinya tetap terjamin. Maka satu-satunya hal yang harus dilakukan para penulis adalah terus mengasah diri untuk meningkatkan kualitas tulisannya. Bersaing dengan diri sendiri akan lebih bijak dari pada berniat untuk mengalahkan orang lain.
Ke empat, bagi para penulis pemula perlu memahami karakter tulisan  sendiri agar tidak salah alamat. Bagaimana bentuk dan isi tulisannya, bagaimana stile tulisannya, itu perlu dipahami oleh si empunya. Jika mereka sudah bisa memahami diri, kemudian mereka wajib memahami karakter setiap media.
Setiap media memiliki karakter yang berbeda dengan media lainnya. Sihingga sebagus apapun tulisan mereka jika tidak sesaui dengan karakter media tersebut, maka cukup kecil kemungkinannya untuk dimuat di sana.
 Berbeda jika mereka telah memahami karakter suatu media, maka mereka akan tepat sasaran dan sangat efektif ketika mengirimkan tulisan mereka karena dapat mengikuti iramanya. Dengan demikian kemungkinan tulisan mereka akan dimuat, cukup besar.
Hal-hal di atas perlu dipahami oleh siapapun utamanya para penulis pemula agar tulisan mereka dapat dipertimbangkan kemudian dapat dimuat oleh suatu media. Hal yang terpenting adalah mereka tidak boleh menyerah terhadap masalah. Berprinsiplah bahwa setiap mengirimkan naskah harus dianggap sebagai gurauan saja. Jika dimuat bersyukurlah, jika tidak dimuat maka  anggaplah itu angin lalu. Tidak usah banyak berharap terhadap pemuatan tulisan kita. Tapi janganlah berhenti untuk memperbaiki tulisan tersebut.

Jika hari ini tak bisa dimuat, masih ada esok dan lusa. Jika sekali dua kali tidak termuat, masih ada kesempatan ke tiga, ke empat, dan ke seratus kali. Yang penting pula jangan kita mengirim naskah untuk yang pertama sekaligus untuk  terakhir kali@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar